REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Investment Officer Sutheast Asia HSBC James Cheo memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,1 persen pada 2022. Inflasi diperkirakan mencapai 3,1 persen.
"Indonesia dapat tumbuh 5,1 persen tahun ini, dan saya pikir pertumbuhan itu akan menjadi pertumbuhan yang sulit," kata James dalam media briefing daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Ia mengatakan konsumsi masyarakat akan meningkat seiring dengan pembukaan pembatasan yang sempat dilakukan untuk memutus penyebaran COVID-19. Hal ini juga terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada kuartal IV-2021 yang telah mencapai 116,8 atau lebih dari nilai 100, yang menunjukkan bahwa konsumen Indonesia sudah memasuki zona optimis. Nilai ini meningkat dibandingkan IKK kuartal III-2021 yang sebesar 84,3.
Di samping itu, kebijakan fiskal pemerintah juga akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional di 2022. Dengan penguatan belanja masyarakat yang ditopang oleh pemerintah, inflasi diperkirakan akan lebih tinggi dari tahun 2021.
"Kami memperkirakan akan ada sedikit inflasi, di mana kami memperkirakan inflasi Indonesia akan mencapai sekitar 3,1 persen di 2022," katanya.
James menambahkan bahwa Bank Indonesia kemungkinan akan memperketat suku bunga acuan BI 7 days repo rate sekitar 50 bps di paruh kedua tahun ini.
"Tapi secara garis besar Indonesia berada di posisi kuat di 2022," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya mengandalkan sumber daya alam tetapi juga perlu diperkuat dengan knowledge based economy. "Knowledge based economy adalah hal yang penting, di sini kita bisa lihat kita harus memiliki skilled labor yang paham terhadap teknologi," ujar Erick Thohir saat menyampaikan pidato kunci di Universitas Sumatera Utara di Medan.
Menurut Erick, pada 2035 Indonesia membutuhkan 17,5 juta tenaga kerja dan profesional serta pengusaha muda yang mengerti dan beradaptasi terhadap teknologi. "Kita juga harus membangun kalau hari ini digitalisasi sekadar jaringan internet dan Wifi, tapi ke depan yang dibutuhkan adalah infrastruktur digitalisasi yang amat sangat penting, karena ini adalah backbone dari kekuatannya. Apa yang namanya healthtech, fintech, edutech, mediatech semua ke arah tersebut," katanya.
Lalu kesehatan, lanjut Erick, pandemi yang Indonesia hadapi saat ini bukan tidak mungkin terulang kembali. Inilah yang harus dipastikan sehingga potensi pertumbuhan terus ada.
Pada saat ini melalui kerja sama dan saling bergotong royong dalam menjalankan protokol kesehatan, Indonesia berhasil menjaga pandemi Covid-19 tidak meningkat. "Ini bagian bagaimana menjaga prinsip-prinsip kita, karena ketika Covid-19 naik maka ekonomi turun, ketika ada pandemi baru yang kita tidak tahu apa maka pasti akan berdampak pada kehidupan secara menyeluruh," katanya.
Ia menyampaikan selama ini Indonesia masih terus berharap kepada sumber daya alam yang mana SDA ini bisa habis dan bisa tidak dipakai lagi di kemudian hari. "Tantangan kita ke depan justru di knowledge based economy, di mana sekarang era manusianya yang menjadi pusat pertumbuhan, inovasi manusianya yang menjadi pusat pertumbuhan. Tidak bisa hanya mengandalkan pasar dan SDA," katanya.