REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mulai membuka lagi keran ekspor batu bara. Namun, hal ini bukan menjadi angin segar bagi para perusahaan batu bara. Sebab, pemerintah akan tetap menagih uang denda bagi perusahaan yang tak patuh DMO.
"Sanksi tetap berjalan. Kita cari itu mana yang nggak patuh. Kita mau hukum mereka. Enak aja. Mereka yang masih punya utang sama PLN kita cari," ujar Luhut di Kantornya, Senin (10/1/2022) malam.
Luhut menilai aturan tetap harus dipatuhi. Apalagi, kewajiban memenuhi pasokan dalam negeri kuotanya hanya 25 persen dari total produksi perusahaan batu bara. Ia menilai, hal ini wajib dipenuhi.
"Mereka perusahaan besar-besar kok. Yang nggak mematuhi aturan kita akan cari," ujar Luhut.
Salah satu penyebab PLN mengalami krisis pasokan batubara karena beberapa perusahaan tak memenuhi aturan kuota DMO. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus menyetop ekspor batu bara bagi semua perusahaan.
Namun, kata Luhut hari ini pasokan batu bara untuk PLN sudah aman. "Pasokan untuk PLN sudah aman. HOP antara 15-25 hari itu sudah tercukupi semua," ujar Luhut.
Luhut menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan HOP (Hari Operasi) PLTU PLN dan IPP pada bulan Januari 2022, diperlukan pasokan batu bara sebesar 16,2 juta MT. Kata Luhut, kekurangan pasokan sebesar 2,1 juta MT yang kemarin dilaporkan, sudah terpenuhi dari tambahan penugasan Dirjen Minerba pada tanggal 9 Januari 2022 dan akan diselesaikan perikatannya paling lambat 11 Januari 2022.
Ia juga menjelaskan total kebutuhan armada untuk mengangkut batu bara untuk pemenuhan target HOP di akhir bulan Januari 2022 sebanyak 130 vessel shipment dan 771 tongkang shipment. Sebelumnya, kekurangan armada sejumlah 18 vessel dan 211 tongkang, telah terpenuhi sejumlah 11 vessel dan 187 tongkang.
"Sisanya masih dalam proses nominasi dan seluruhnya digaransi ketersediaannya oleh INSA, sesuai waktu & lokasi yang telah ditentukan PLN," ujar Luhut.
Dengan langkah ini, tambahan pasokan batu bara dan armada angkut, maka HOP yang semula dalam kondisi krisis menjadi minimal 15 HOP dan untuk daerah yang jauh dan kritis diatas 20 HOP.
"Sejumlah 62,5 ribu MT kargo batu bara yang diperuntukkan ekspor, atas dukungan semua pihak termasuk Ditjen Hubla, berhasil dialihkan ke tujuan domestik dan segera mengarah ke PLTU Paiton 9," ujar Luhut.
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan pembangunan fasilitas pencampuran untuk komoditas batu bara (coal blending facility). Langkah ini disebut untuk memberikan keadilan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan kewajiban DMO batu bara bagi industri maupun perusahaan tambang.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin mengutarakan, perubahan ini sedang dalam tahap kajian internal di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Kami sedang melakukan diskusi, pendalaman, dan wacana-wacana untuk lebih meningkatkan daya guna kebijakan DMO 25 persen," kata Ridwan beberapa waktu lalu.
Penetapan kebijakan DMO ini, sambung Batubara, tidak mudah dilakukan oleh perusahaan lantaran tidak seluruh spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh Badan Usaha (BU) Pertambangan memiliki pasar dalam negeri dan dapat diserap oleh pasar domestik. "Kami mendorong PLN khususnya atau perusahaan pengguna yang lain untuk membangun fasilitas pencampuran batu bara yang dikelola BUMN/Swasta untuk mengolah berbagai spesifikasi batu bara agar sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," jelasnya.