REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mampu menekan biaya dana atau cost of fund ke tingkat terendah sebesar 2,14 persen pada kuartal III 2021. Adapun capaian tersebut seiring keberhasilan perseroan melakukan transformasi struktur liabilitas.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan persentase itu jauh lebih tinggi dari dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 3,45 persen. Pada 2019, biaya dana BRI sebesar 3,58 persen dan pada 2020 persentasenya 3,22 persen.
“Cost of fund tersebut pernah di bawah tiga persen sebesar 2,18 persen yaitu pada akhir paruh pertama tahun ini. Dan perlu saya sampaikan cost of fund BRI 2,14 persen ini merupakan terendah sepanjang sejarah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (30/11).
Sunarso menjelaskan penurunan biaya dana tersebut tak terlepas dari keberhasilan perseroan meningkatkan dana murah atau Current Account Saving Account (CASA). Pada Kuartal III 2021, dana murah sebesar Rp 673,1 triliun.
Adapun jumlah yang dibukukan tersebut naik sekitar 5,3 persen dari periode yang sama pada 2020 sebesar Rp 639,2 triliun. Pada kuartal III 2021, tabungan yang dihimpun sebesar Rp 467,7 triliun dan giro sebesar Rp 205,5 triliun. Angka tersebut naik dari kuartal III 2020, tabungan yang berhasil dihimpun sebesar Rp 424 triliun dan giro sebesar Rp 215,2 triliun.
Kemudian total dana pihak ketiga sebesar Rp 1.121 triliun atau naik sekitar 5,5 persen dari kurun waktu yang sama pada 2020 sebesar Rp 1.062,7 triliun. Menurutnya penurunan biaya dana erat kaitannya dengan efisiensi biaya pendanaan yang dilakukan BRI melalui langkah-langkah strategis transformasi seperti memperkuat retail payment dan transaksi perbankan.
“Jadi artinya, efisiensi dari sisi biaya pendanaan, biaya dana berhasil dilakukan oleh BRI melalui berbagai program transformasi tentunya. Dengan memperkuat retail payment, transaction banking dan juga inisiatif-inisiatif lain terkait dengan micropayment,” ucapnya.
Sunarso menyebut membaiknya cost of fund menjadi salah satu pendorong kinerja pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII) yang tumbuh signifikan. Pada kuartal III 2021, perseroan mencatatkan NII tumbuh 26,88 persen atau Rp 72,43 triliun.