REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat dilakukan dengan terus mendorong permintaan domestik. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, IGP Wira Kusuma mengatakan selama ini tingkat permintaan belum maksimal karena konsumsi yang terbatas.
"Selama ini konsumsi terbatas itu karena masyarakat menengah ke atas kurang confident, mereka punya uang tapi karena menahan," katanya dalam Pelatihan Wartawan Bank Indonesia, Sabtu (20/11).
Saat ini, Wira mengatakan optimisme masyarakat sudah mulai pulih dilihat dari mobilitas yang kembali tinggi. Kelas menengah sudah mulai kembali leisure, begitu juga dengan dunia usaha yang bergeliat.
Pemerintah perlu menjaga normalisasi tersebut agar sisi pasokan tetap terjaga. Perbaikan permintaan tidak hanya dari sisi domestik tapi juga global melalui pembukaan sektor-sektor ekspor.
Senior Economist dan Founder The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menambahkan struktur permintaan yang perlu didorong adalah konsumsi rumah tangga. Terkait kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan, juga perumahan.
"Konsumsi rumah tangga itu driver-nya selama ini memang struktur daya beli masyarakat, dan itu juga dibagi ada kelompok berpenghasilan menengah, tinggi, dan bawah," katanya.
Mayoritas kelompok menengah ke atas itu tidak berbelanja karena motif berjaga-jaga. Ini ditunjukan dengan tingkat pertumbuhan deposit atau Dana Pihak Ketiga perbankan yang naik signifikan di masa pandemi.
Kini, tingkat pertumbuhan DPK tersebut sudah menurun. Artinya, masyarakat kelompok menengah ke atas sudah mulai membelanjakan uangnya.
Kelompok menengah ke bawah sudah mulai kembali pada rata-rata belanja kebutuhan pangan. Pemulihan juga terlihat dari indeks harga-harga perumahan, dan penjualan otomotif yang sudah menunjukkan indikator peningkatan.
"Meski peningkatan itu juga ditopang insentif ya, tapi tetap kita sudah mulai positif," katanya.
Ia juga optimistis masih punya peluang untuk peningkatan permintaan domestik kita. Dari sisi pemerintah juga bisa meningkatkan belanja pemerintah yang saat ini nilainya cukup rendah. Investasi swasta juga sangat diharapkan bisa meningkatkan permintaan.
"Pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh tinggi jika konsumsi secara alamiah tumbuh tinggi," katanya.
Pertumbuhan juga perlu didorong dari sisi penyaluran kredit. Menurut Sunarsip, pertumbuhan kredit masih rendah bisa karena masalah internal korporasi yang masih konsolidasi setelah pandemi atau perbankan yang overprudent.
Perusahaan masih menahan ekspansi setelah ditempa pandemi. Dunia usaha kesulitan mendapatkan kredit perbankan karena catatan keuangan yang terimbas pandemi.
Ia menyarankan agar pelaku industri mencari sumber pendanaan lain, seperti dari pasar modal. Baik dalam bentuk Initial Public Offering (IPO), right issue, atau penerbitan obligasi korporasi.