REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ka'bah yang ada sekarang telah mengalami beberapa kali pemugaran. Sejarah telah mencatatkan beberapa pemugaran yang paling terkenal, di antaranya pembangunan oleh Nabi Ibrahim Alaihissallam yang dibantu putranya, Ismail Alaihissallam, dan kaum Quraisy.
Dikutip dari buku Bekal Haji karya Dr. Firanda Andirja, Lc, MA, Tidak ada riwayat yang sahih tentang bentuk Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail. Akan tetapi, para ahli sejarah memperkirakan bahwa bentuk Ka'bah tatkala pertama kali dibangun oleh Ibrahim adalah bentuk Ka'bah sebelum dipugar kaum Quraisy:
- Berupa susunan batu tanpa ada semacam semen yang melengketkan batu-batu tersebut
- Al-Hijr masuk dalam bangunan Ka'bah.
- Ka'bah tersebut tidak memiliki atap.
- Pintu Ka'bah ada dua, yaitu pintu masuk dan pintu keluar.
Sementara pembangunan yang dilakukan oleh kaum Quraisy dilakukan ketika Nabi ﷺ berusia 35 tahun (lima tahun sebelum diangkat menjadi Nabi).
Pada zaman jahiliah, Ka'bah dibangun dan disusun dengan batu-batu saja tanpa ada semen atau sejenisnya untuk melekatkan batu-batu tersebut (sebagaimana bangunan Ka'bah pada zaman Nabi Ibrahim Alaihissallam). Tinggi Ka'bah juga hanya seberapa dan tidak terlalu tinggi. Pada awalnya, Ka'bah hanya memiliki dua sudut saja, yaitu rukun yamaani dan rukun al-Hajar al-Aswad dan bentuknya kira-kira seperti huruf kapital "D".
Karena kondisi Ka'bah yang demikian dan tanpa adanya dinding (semacam pagar) yang mengitari dan melindunginya, Ka'bah mudah sekali terhantam oleh banjir yang mengalir dari gunung-gunung sekitar Makkah apabila terjadi hujan.
Ketika Nabi ﷺ berusia 35 tahun (lima tahun sebelum menjadi Nabi), terjadilah banjir hebat yang menghantam dinding-dinding Ka'bah sehingga merusak fondasinya. Orang-orang kafir Quraisy pun ingin merenovasi Ka'bah dengan membongkar total Ka'bah. Akan tetapi, mereka takut hal itu dapat meruntuhkan Ka'bah mengingat 35 tahun yang lalu telah terjadi peristiwa dihancurkannya tentara bergajah milik Abrahah yang hendak merusak Ka'bah.
Oleh karena itu, orang-orang Quraisy tidak berani melakukannya karena takut ditimpa azab seperti yang telah dialami pasukan Abrahah 35 tahun lalu. Namun, salah seorang di antara mereka yang bernama Al-Walid Ibnul Mughirah nekat membongkar Ka'bah. Dia berkata kepada orang-orang Quraisy:
"Kalian ingin menghancurkan Ka'bah dengan tujuan untuk memperbaikinya atau memperburuknya?" Jawab mereka: "Kami ingin memperbaikinya". "Kalau begitu, Allah tidak akan menghancurkan orang-orang yang berbuat baik."
Akhirnya, ia mulai mengambil cangkulnya dan membongkar Ka'bah sedikit demi sedikit. Pada malam itu, tidak seorang pun yang berani mengikuti dirinya membongkar Ka'bah. Orang-orang mulai menunggu dan menanti apa yang akan terjadi pada malam itu karena khawatir Al-Walid terkena azab seperti Abrahah dan pasukannya. Mereka berkata:
"Jika dia ditimpa musibah, kita tidak akan membongkar Ka'bah sama sekali dan kita kembalikan Ka'bah sebagaimana sedia kala. Namun jika ia selamat, berarti Allah telah ridha dengan apa yang kita lakukan. Maka kita runtuhkan Ka'bah".
Pada pagi harinya, Al-Walid tetap dalam keadaan sehat. Ia pun kembali melanjutkan membongkar Ka'bah, dan akhirnya orang-orang ikut membantunya. Mereka kemudian membongkar Ka'bah seluruhnya hingga fondasi Ibrahim Alaihis salam, sirah Ibnu Hisyaam.
Mereka menggantikan semua baru Ka'bah dengan batu yang baru, kecuali batu Hajar Aswad. Ketika mereka sedang membangun Ka'bah, salah seorang dari mereka berkata, sambil mengingatkan:
"Wahai kaum Quraisy sekalian, janganlah kalian menggunakan biaya untuk membangun Ka'bah, kecuali dari hasil penghasilan yang baik. Jangan sampai di dalamnya ada hasil zina, hasil jual beli riba, dan hasil sebab menzalimi seseorang", sirah Ibnu Hisyaam.
Inilah sebabnya kaum Quraisy kekurangan biaya tatkala membangun Ka'bah. Mereka hanya membangun Ka'bah dengan uang yang halal. Akhirnya, mereka tidak mampu membangun Ka'bah secara sempurna. Nabi ﷺ berkata:
لَوْلَا حَدَاثَةُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ، ثُمَّ لَبَنَيْتُهُ عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فإِنَّ قُرَيْشًااسْتَقْصَرَتْ بِنَاءَهُ
"Kalau bukan karena kaummu (wahai Aisyah) baru saja meninggalkan kekufuran, niscaya aku akan meruntuhkan Ka'bah, lalu aku akan membangunnya kembali di atas fondasi Ibrahim Alaihissallam karena sesungguhnya kaum Quraisy kurang sempurna membangun Ka'bahnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Kekurangan biaya ini menyebabkan kaum Quraisy hanya bisa membangun sebagian Ka'bah sehingga tidak mencapai tahap yang sempurna. Padahal, Al-Hijr (yang disebut oleh orang-orang dengan Hijr Isma'il) termasuk bagian dari Ka'bah. Inilah sebab mengapa orang yang sedang melakukan tawaf tidak boleh masuk Hijr Isma'il. Barangsiapa yang tawaf memasuki Hijr Isma'il berarti thawafnya tidak sah karena belum mengelilingi Ka'bah secara sempurna.
Saat pemugaran Ka'bah, orang-orang Quraisy membuat Ka'bah bertambah tinggi. Sebelumnya, tinggi Ka'bah hanya sembilan hasta (kira-kira empat atau 4,5 meter) ditambah sembilan hasta lagi menjadi 18 hasta (8-9 meter). Sementara itu, pintu Ka'bah diangkat menjadi lebih tinggi sehingga tidak lagi menempel di tanah. Tujuan mereka melakukan hal ini adalah:
- Memperkuat fondasi Ka'bah dan tidak terkena banjir saat hujan.
- Agar tidak semua orang bisa masuk Ka'bah. Mereka yang ingin masuk Ka'bah harus meminta izin terlebih dahulu kepada orang-orang Quraisy. Aisyah Radhiyallahu anha berkata:
Aku bertanya kepada Nabi ﷺ tentang al-Jadr (al-Hijr), "Apakah ia termasuk Ka'bah?" Nabi berkata, "Iya". Aku berkata, Lantas, kenapa mereka tidak memasukkannya menjadi bagian Ka'bah?". Beliau berkata, "Sesungguhnya biaya yang disiapkan kaummu (Quraisy) untuk membangun Ka'bah tidak cukup". Aku bertanya, "Kenapa pintunya dinaikkan tinggi?" Beliau berkata, "Itu sengaja dilakukan oleh kaummu agar mereka bebas memasukkan ke Ka'bah siapa yang mereka sukai dan mereka bisa melarang siapa yang mereka kehendaki." (HR Bukhari dan Muslim)