Jumat 15 Oct 2021 22:21 WIB

Kuartal III, Multiplier Effect Hulu Migas Capai Rp 103 T

Kuartal III tahun 2021 Komitmen TKDN hulu migas sudah mencapai 58 persen

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Industri hulu migas tidak hanya berkontribusi pada penerimaan negara saja tetapi juga memberikan multiplier effect bagi industri penunjang. Untuk bisa terus meningkatkan TKDN, maka kesiapan industri penunjang ini perlu terus didorong.
Foto: Pertamina
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Industri hulu migas tidak hanya berkontribusi pada penerimaan negara saja tetapi juga memberikan multiplier effect bagi industri penunjang. Untuk bisa terus meningkatkan TKDN, maka kesiapan industri penunjang ini perlu terus didorong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri hulu migas tidak hanya berkontribusi pada penerimaan negara saja tetapi juga memberikan multiplier effect bagi industri penunjang. Untuk bisa terus meningkatkan TKDN, maka kesiapan industri penunjang ini perlu terus didorong.

Pelaksana tugas Deputi Pengendalian Pengadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Rudi Satwiko menjelaskan kontribusi nilai investasi hulu migas terhadap industri penunjang lainnya ditahun 2020 hingga kuartal III tahun 2021 mencapai Rp 103 Triliun atau 7,1 miliar dolar AS.

“Sampai dengan kuartal III tahun 2021 Komitmen TKDN hulu migas sudah mencapai 58 persen dengan nilai kontrak barang dan jasa diperkirakan sekitar Rp 39 triliun,” kata Rudi, Jumat (15/10).

Dengan nilai sebesar itu, membuktikan industri penunjang hulu migas memiliki peran penting dalam perputaran roda ekonomi nasional. Pasalnya kontribusi hulu migas tidak hanya pada kegiatan utama seperti industri pipa, penyediaan rig tapi juga berkontribusi terhadap industri lain seperti perhotelan, asuransi , catering. “Jadi bukan main-main multiplier effectnya. Itu direct belum yang indirect seperti adanya warung-warung di sekitar area operasi ,” ujarnya.

Dwi Anggoro Ismukurnianto, Direktur Pembianaan Program Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menjelaskan pada dasarnya pengawasan terhadap penggunaan produk dalam negeri cukup ketat sudah dilakukan agar para pelaku usaha konsisten memanfaatkan produk-produk dalam negeri."Akan tetapi memang harus diakui ada tantangan dan kendala dalam penggunaan produk hasil industri nasional," ujar Dwi.

Salah satu kunci penggunaan produk dalam negeri adalah sinkronisasi antara suplai barang dengan demand atau kebutuhannya yang bisa diketahui melalui strategi pengadaan bersama, assesment bersama ke produsen dalam negeri, pengembangan produk dalam negeri, perbaikan berkesinambungan, evaluasi rencana penggunaan barang impor (Pre Masterlist), sosialisasi penggunaan produk dalam negeri dengan fit to purpose serta asset transfer.

Dwi mengakui masih ada gap kebutuhan dan suplai barang maupun jasa  antara industri dan KKKS. Di sinilah peran pemerintah akan terus menjebatani sehingga industri berkesempatan untuk mengisi gap tersebut. Ini penting karena pemerintah sudah menetapkan target produksi migas yang cukup ambisius yakni produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari (BPH) serta gas 12 ribu juta kaki kubik per haru (MMscfd) pada tahun 2030. Industri penunjang hulu migas harus memainkan peran utama dalam pencapaian target tersebut.

“Harus memperkecil gap itu tugas dari SKK Migas, antara produsen dalam negeri dan requirement dari usaha kegiatan hulu migas,” ungkap Dwi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement