REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana menjadikan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Hal ini merupakan bagian dari transformasi sistem perpajakan yang tengah dijalankan pemerintah sekaligus meningkatkan efisiensi dalam sistem administrasi pajak sekaligus.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan transformasi ini diharapkan bila langsung terlihat dalam sistem perpajakan wajib pajak orang pribadi. Sebab, mereka akan menjadi objek penggunaan NIK menjadi NPWP.
"Termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan, yaitu penggunaan NIK sebagai NPWP. Saya harap isu ini atau transformasi ini semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas DJP," ujarnya saat Pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama secara virtual, Senin (4/10).
Sri Mulyani meminta kepada para jajaran pejabat pajak agar kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP dapat dilakukan secara baik. Artinya, pada masa transisi tidak ada gejolak yang menyusahkan wajib pajak.
"Jangan sampai masa transisi terjadi gejolak dari sisi teknis maupun organisasi," ucapnya.
Sri Mulyani juga meminta agar para pejabat dapat menciptakan sistem data dan aplikasi yang memadai untuk memanfaatkan penggunaan NIK menjadi NPWP, sehingga diharapkan dapat meningkatkan administrasi dan penerimaan pajak.
“Hal ini diharapkan dapat mengerek tingkat kepatuhan pembayaran pajak wajib pajak (tax ratio) di Indonesia,” ucapnya.
Adapun rencana penggunaan NIK menjadi NPWP tertuang rancangan undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (RUU HPP). "Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan," tulis draf RUU HPP Bab II Pasal 2 ayat 1A.
Pada Pasal 2 ayat 10 dijelaskan teknis pengintegrasian data kependudukan dengan data wajib pajak akan dilakukan lintas kementerian.
"Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan diintegrasikan dengan basis data perpajakan," tulis Pasal 2 ayat 10.