Selasa 28 Sep 2021 22:53 WIB

Pengembangan Program Biodiesel Belum Bermitra dengan Petani

Deputi iV KSP meminta petani menjadi subordinasi di mata rantai biodiesel

Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat. Deputi iV KSP meminta petani menjadi subordinasi di mata rantai biodiesel
Foto: ANTARA/ Akbar Tado
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat. Deputi iV KSP meminta petani menjadi subordinasi di mata rantai biodiesel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mengkaji kenaikan program mandatory biodiesel dari B30 ke B40. Program ini menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan impor solar dan serta bisa menghemat devisa negara.

Sesuai dengan data dari Kementerian ESDM bahwa sampai tahun 2020 program biodiesel mampu menghemat devisa negara sebesar Rp 63,39 triliun serta menjadi pasar baru untuk CPO Indonesia sekitar 8-9 juta ton CPO. 

Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Juri Ardiantoro, mengatakan, pemanfaatan biodiesel bukan hanya mengantisipasi akan hilangnya energi yang berbasis fosil, tetapi juga dalam konteks lingkungan. "Jangan sampai petani menjadi subordinasi dalam mata rantai biodiesel. Industri seperti ini tidak boleh mengabaikan kepentingan pemerintah secara umum yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat," ucap Juri dalam diskusi 'Formula Kemitraan Petani Sawit Rakyat Dalam Rantai Pasok Industri Biodiesel di Jakarta, Selasa (28/9).

Sekjen Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, selama ini, petani swadaya sama sekali tidak menerima manfaat dari program biodiesel. Hal itu karena petani tetap saja menjual TBS ke tengkulak dengan loss income sekitar 30 persen. Fakta itu terjadi karena tidak ada kemitraan terutama dengan perusahaan-perusahaan biodiesel. 

"Sayang sekali program biodiesel ini sudah menghabiskan uang dana sawit dari BPDPKS sampai tahun 2020 sekitar Rp 57,72 triliun, tapi nihil manfaat untuk petani sawit," kata Mansuetus.

Dia pun meminta agar pemerintah sebaiknya jangan terburu-buru mengambil kebijakan menaikan biodiesel B30 ke B40. “Perlu ada evaluasi dari implementasi B30 saat ini dengan melihat manfaat kepada petani sawit ini sesuai dengan visi presiden, kita perlu melibatkan petani sawit swadaya dalam program ini," kata Mansuetus.

Vice Presiden Pertamina Patra Niaga, Budi Hutagaol mengatakan, alokasi FAME sebagai blending component dari solar meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2018 (3,2 juta kiloliter) dan pada 2021 menjadi 7,815 juta kiloliter. Apabila ditotal jumlah FAME yang digunakan dalam implementasi biodiesel dari 2010 sampai dengan 2021 berada di angka 32,98 juta kiloliter.

Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Elis Heviati mengutarakan, pengembangan program mandatori bahan bakar nabati (BBN) bertujuan untuk meningkatakan kesejahteraan petani yang memiliki 40 persen dari total lahan perkebunan sawit nasional.

"Dalam grand strategi energi nasional dimana pengembangan biofuel pada tahun 2040 ditargetkan mencapai 15,2 juta kiloliter dimana biodiesel sebesar 11,7 juta kiloliter dan pengembangannya tidak terbatas pada pengusaha skala besar, melainkan didorong berbasis ekonomi kerakyatan," ujar Elis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement