Selasa 28 Sep 2021 09:48 WIB

LQ45 Lesu, IHSG Cenderung Melemah

Indeks LQ45 melemah tipis sebesar 0,12 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (16/8/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak variatif pada perdagangan pagi ini, Selasa (28/9).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (16/8/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak variatif pada perdagangan pagi ini, Selasa (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak variatif pada perdagangan pagi ini, Selasa (28/9). IHSG dibuka di zona positif dan terus menguat hingga ke posisi 6.137,95. Sementara itu, indeks LQ45 melemah tipis sebesar 0,12 persen.

IHSG diperkirakan akan cenderung melemah pada perdagangan hari ini. "Indeks saham Asia pagi ini dibuka turun setelah indeks saham utama di Wall Street semalam berakhir beragam dengan S&P 500 dan NASDAQ turun," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Selasa (28/9). 

Wall Street tertekan oleh pelemahan saham sektor teknologi akibat lonjakan imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah Amerika Serikat (AS). DJIA justru naik didorong oleh kinerja saham di sektor keuangan dan industrial.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury note) melanjutkan kenaikan. Imbal hasil surat utang bertenor 10 tahun sempat menyentuh 1,51 persen sebelum akhirnya berakhir di 1,49 persen.

Ketua bank sentral AS (Federal Reserve), Jerome Powell, dijadwalkan memberi keterangan di depan Kongres AS hari ini. Dalam naskah pidato yang disiapkan untuk acara ini, Powell mengatakan lonjakan inflasi di AS belakangan ini lebih besar dan akan berlangsung lebih lama dari yang di perkirakan sebelumnya.

Menurut riset, investor juga akan memantau dinamika politik dalam negeri AS. Pasalnya Kongres pekan ini akan memperdebatkan masalah pemberhentian aktifitas Pemerintah (government shutdown), gagal bayar (default) dan RUU belanja infrastruktur.

Senat (DPD) AS gagal meloloskan RUU untuk menunda penentuan batas atas penarikan utang (debt ceiling) Pemerintah AS untuk menghindari penutupan pelayanan bagi masyarakat. Pemerintah AS akan menghentikan sebagian besar aktifitasnya pada Jumat jika tidak ada jalan keluar. 

Sementara itu, House of Representatives (DPR) AS di jadwalkan melakukan penghitungan suara (voting) atas RUU Infrastruktur senilai 1 triliun dolar AS yang merupakan pilar utama dari agenda ekonomi Presiden Biden.

Di pasar komoditas, harga minyak mentah mencatatkan kenaikan selama lima hari beruntun di tengah kekhawatiran atas persediaan. Harga kontrak berjangka (futures) minyak mentah jenis Brent semakin mendekati level 80 dolar AS per barel sementara harga kontrak berjangka minyak mentah jenis WTI menembus 75 dolar AS per barel, tertinggi sejak Juli lalu. 

"Permintaan minyak di berbagai belahan dunia mengalami peningkatan tajam seiring dengan pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat," kata Phillip Sekuritas Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement