REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memantau langsung penerapan protokol kesehatan di berbagai sektor manufaktur yang tergolong kritikal atau esensial, termasuk pada Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT). Upaya ini guna mendorong percepatan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19 di Tanah Air.
"Dalam kegiatan pemantauan tersebut, kami juga menyosialisasikan Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 tentang Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19," kata Direktur Jenderal IKFT Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Rabu (4/8).
Khayam menjelaskan, SE itu dimaksudkan sebagai pedoman bagi perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri dalam melaksanakan operasional dan mobilitasnya, terutama di tengah masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Melalui IOMKI, Kemenperin menjaga aktivitas produksi di sektor industri. Hal itu karena industri merupakan motor penggerak ekonomi nasional, yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Salah satu pelaku industri yang telah dikunjungi Dirjen IKFT beserta jajarannya yakni PT Sanova di Cikarang. Perusahaan tersebut merupakan industri pada bidang formulasi pestisida dan bahan kimia lainnya.
Perusahaan yang berdiri sejak 2005 ini telah mempekerjakan sebanyak 536 orang. PT Sanova memproduksi berbagai macam formulasi pestisida dari golongan herbisida, insektisida, dan fungisida. Perusahaan juga memproduksi bahan kimia lainnya seperti bahan kimia bagi industri kertas dan pengolahan air, biosida, serta bahan kimia untuk konstruksi.
"Industri pestisida sangat mendukung program pemerintah dalam hal ketahanan pangan nasional khususnya dalam upaya mengamankan produksi dan nilai tambah produk pertanian," ujar Khayam.
Melalui peran strategisnya tersebut, Kemenperin mengelompokkan industri pestisida ini dalam kategori sektor kritikal yang dapat terus beroperasi 100 persen selama masa PPKM. Adapun nilai ekspor pestisida pada periode Januari sampai Mei 2021 tercatat sebesar 116,80 juta dolar AS. Terbagi atas ekspor herbisida sebesar 41,58 juta dolar AS, insektisida 64,34 juta dolar AS, dan fungisida 10,88 juta dolar AS.
"Artinya, industri pestisida mampu memberikan kontribusi signfikan bagi penerimaan devisa. Terutama dalam proses hilirisasi atau peningkatan nilai tambah di dalam negeri," ujar dia.
Khayam menambahkan, Kemenperin terus mendorong peningkatan penggunaan produk pestisida di dalam negeri. Sebab pestisida berperan penting dalam menangani masalah hama di Indonesia.
"Industri ini merupakan pendukung di sektor pertanian yang penting untuk ketahanan pangan tanah air yang masih terus berjalan," kata Khayam.