REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Jago Tbk mampu menekan kerugian pada semester I 2021. Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar, mengatakan kinerja emiten berkode saham ARTO ini terus membaik secara kuartalan.
Pada kuartal I 2021, Kharim menjelaskan, Jago membukukan kerugian Rp 38 miliar. Dengan kenaikan kredit dan penempatan dana lebih dari hasil rights issue di instrumen produktif lainnya, kerugian dapat diperkecil menjadi Rp 9 miliar pada kuartal II 2021.
“Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja bank ini terus membaik dan semakin solid,” kata Kharim dalam keterangannya, Senin (26/7).
Hingga akhir Juni 2021, Bank Jago telah menyalurkan kredit Rp 2,17 triliun, tumbuh 695 persen dari posisi yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Jika dihitung secara kuartalan, kredit meningkat 68 persen. Sedangkan secara year to date (ytd), kredit perseroan melesat 139 persen.
Pertumbuhan kredit mengerek pendapatan bunga sebesar 289 persen (yoy). Dengan beban bunga yang hanya meningkat 46 persen, perseroan mampu membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 423 persen menjadi Rp139 miliar.
Hal ini berdampak pada penurunan rasio cost to income dari 289 persen pada Semester I 2020 menjadi 129 persen pada Semester I 2021. Kondisi ini turut mendongkrak rasio net interest margin (NIM) dari 4,1 persen menjadi 5 persen pada kurun yang sama.
Sebagai bank teknologi yang tengah berkembang, perseroan terus mengalokasikan belanja modal untuk investasi IT, pengembangan aplikasi dan rekruitmen talenta baru. Hal ini membuat biaya operasional (operating expense) meningkat 135 persen menjadi Rp 183 miliar.
Kenaikan biaya operasional ini berdampak ke perolehan laba periode semester I 2021 yang masih membukukan rugi bersih Rp 47 miliar. Meski demikian, kerugian tersebut turun sebesar turun 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang rugi Rp 50,91 miliar.
“Jadi, kinerja kami belum positif karena faktor investasi. Kami menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan masih sejalan dengan perencanaan awal. Investasi ini tentu akan bisa dinikmati hasilnya di masa mendatang,” kata Kharim.
Prinsip hati-hati dalam penyaluran kredit tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di level 0 persen. Dengan NPL sangat rendah, Bank Jago tidak perlu membentuk pencadangan dalam jumlah besar sehingga mampu menekan biaya kredit (cost of credit).
Dari sisi aset, terdapat kenaikan yang signifikan sebesar 491 persen dari Rp1,7 triliun menjadi Rp 10 triliun. Adapun ekuitas meningkat 538 persen dari Rp1,3 triliun menjadi Rp8,1 triliun.