REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi covid-19 memukul berbagai sektor kehidupan manusia dari kesehatan, sosial, hingga ekonomi. Salah satu sektor ekonomi yang kena dampak pandemi adalah pariwisata.
Direktur Tata Kelola Destinasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Indra Ni Tua, mengatakan sektor pariwisata ikut terhantam keras dampak pandemi. Daerah-daerah yang menyandarkan ekonominya dari wisata, kata Indra, kini menghadapi persoalan ekonomi.
"Maka, sektor pariwisata mencoba berdamai dengan situasi ini. Kita buat inovasi, adaptasi, dan kolaborasi yang salah satunya mengembangkan dan memajukan desa wisata di seluruh Indonesia," kata Indra dalam Webinar Desa Wisata: Bangga Membangun Desa Melalui Wisata yang digelar Bank Indonesia (BI) Pematangsiantar, Senin (12 Juli).
Indonesia memiliki desa-desa dengan potensi alam, tradisi, budaya, sosial, hingga makanan yang sangat beragam. Indra menyatakan 90 persen wisata Indonesia adalah wisata alam dan budaya.
Karena itu desa wisata menjadi solusi ekonomi khususnya sektor wisata di tengah pandemi covid-19. Menurut Indra, pengembangan desa wisata saat pandemi menjadi sangat penting karena sifat adaptasi dan alamnya yang membuat wisatawan tertarik berkunjung.
Desa wisata, sambung Indra, sejalan dengan konsep wisata di saat pandemi. Ia memberi sejumlah indikator seperti wisata ke desa dan alam tidak menyebabkan adanya konsentrasi massa.
Alam terbuka di desa wisata, kata Indra, sangat pas untuk wisata keluarga dan kelompok kecil masyarakat. Prosedur kesehatan covid-19 pun disiplin dijalankan.
"Apalagi, tren saat ini masyarakat lebih memilih wisata ke alam dan desa wisata menjadi salah satu tujuan mereka," kata Indra seraya menambahkan ada potensi 175 juta wisatawan Indonesia.
Ada beberapa tips dari Indra agar sebuah desa wisata mampu menarik perhatian pengunjung baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pertama, kata Indra, desa wisata harus memiliki sesuatu yang berbeda. Memiliki spot-spot wisata khas yang tidak dimiliki desa-desa lain.
Kedua, atraksi atau acara-acara rutin terkait dengan kekhasan daerah masing-masing. Ketiga, akses yang mudah, aman, dan nyaman.
Keempat, infrastuktur pendukung harus benar-benar bagus dan memuaskan para wisatawan yang datang.
Kelima, desa wisata harus memberikan kesan dan kenangan yang sulit dilupakan para wisatawan.
Keenam, protokol kesehatan covid-19 harus menjadi prioritas. Syarat-syarat prokes yang telah ditetapkan harus dipatuhi.
Selain Indra Ni Tua, Webinar Desa Wisata ini juga menghadirkan pembicara Sugeng Handoko, pengelola Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta; H Junaedhi Mulyono, Kepala Desa Ponggok yang menjadikan Desa Wisata Ponggok; dan Dessy Aliandrina, seorang sociopreneur yang juga member of faculty Bank Indonesia Institute.
Saat memberikan opening speech acara ini, Wakil Bupati Simalungun Zonny Waldi, mendukung penuh memajukan desa wisata di wilayahnya. Apalagi, Kabupaten Simalungun memiliki potensi alam besar untuk dijadikan destinasi desa wisata.
Pemerintah Kabupaten, kata Zonny, memberikan banyak kemudahaan untuk memajukan desa wisata di wilayah itu. Desa wisata akan memberikan dampak ekonomi yang besar dan menjaga lingkungan tetap alami.
Kepala Perwakilan BI Pematangsiantar Edhi Rahmanto Hidayat mengungkapkan Indonesia memiliki potensi pariwisata yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. Wisata alam, wisata budaya dan wisata sejarah banyak ditemui di berbagai daerah tidak hanya di kota namun juga di desa.
Edhi mengatakan potensi desa untuk mengembangkan potensi wisatanya sangat besar. Apabila dikembangkan dengan baik, pengembangan potensi wisata pedesaan dapat menjadi garda terdepan dalam kemandirian desa.
Bank Indonesia Pematangsiantar, Edhi menjelaskan berupaya untuk menggali potensi wisata di daerah pedesaan untuk mengembangkan desa wisata di wilayah SISIBATASLABUHAN (Pematangsiantar, Simalungun, Batubara, Tanjungbalai, Asahan, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan).
Apalagi, sambung dia, dukungan pemerintah terhadap pengembangan desa wisata yang dapat menggerakkan ekonomi desa sangat besar. Selain kucuran dana desa yang bernilai miliaran rupiah melalui Kemendes, pemerintah melalui Kemenparekraf juga mendorong hal ini melalui pemberian bantuan teknis, dana dan juga memberikan stimulus melalui lomba desa wisata di seluruh Indonesia.
Di Kabupaten Simalungun, Edhi mengatakan Desa Sait Buttu Saribu telah ditetapkan sebagai salah satu desa yang akan dikembangkan menjadi Desa Wisata yang nantinya dapat menunjang integrasi pariwisata DPSP Danau Toba.
Sebagai tindak lanjut atas hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematangsiantar telah memulai pengembangan ini dengan memberikan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam pengembangan UMKM Madu dan UMKM Kopi di Desa Sait Buttu.
"Kami mengharapkan pihak-pihak terkait dan stakeholder lainnya dapat bekerja sama dalam mendukung program pengembangan Desa Sait Buttu Saribu," kata Edhi.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan pada 2024 ada 244 desa wisata mandiri. Pada 2021, diharapkan muncul 67 desa wisata dan 60 desa wisata berkembang.
Kemenparekraf membagi empat tahapan desa wisata, yakni desa wisata rintisan, berkembang, maju, dan mandiri. Setiap tahapan itu memiliki indikator-indikator berbeda namun tetap mengacu pada aksesibilitas, amenitas, dan atraksi (3A).
Desa wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung sektor wisata di wilayahnya. Tujuan desa wisata untuk menggerakkan ekonomi lokal, menjaga tradisi dan budaya, dan menjaga lingkungan tetap alami.