REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 7 triliun untuk PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI untuk tahun depan. Dalam bahan rapat yang dipaparkan Erick, PMN sebesar Rp 7 triliun untuk pengembangan bisnis berupa penguatan modal untuk meningkatkan tier 1 capital dan Capital Adequacy Ratio (CAR) BNI.
"Ini (PMN) BNI ada pengembangan bisnis, saya rasa nanti Pak Wamen (Wakil Menteri) bisa menjelaskan hal ini," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/7).
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo memaparkan CAR atau rasio kecukupan modal BNI saat ini tengah mengalami tekanan yang berada dalam posisi terendah yakni 16 persen. Pria yang akrab disapa Tiko menyebut pertumbuhan aset dan pinjaman BNI dalam beberapa tahun terakhir tidak mendorong pembentukan laba atau return earning yang memadai. Tiko menilai perlunya penguatan modal di tier 1 terhadap BNI yang merupakan bank sistemik.
"Kami juga meyakini saat ini BNI dalam transformasi dan restrukturisasi, diharapkan satu sampai dua tahun ini berbagai masalah NPL bisa kita selesaikan dan diharapkan pada 2022 kita bisa melakukan pertumbuhan lebih optimal ke depan," ucap Tiko.
Dalam jangka pendek, lanjut Tiko, BNI akan menerbitkan perpetual bonds pada kuartal III 2021 senilai 500 juta dolar AS atau setara Rp 7 triliun dengan jangka waktu 5 tahun atau 5,5 tahun. Kata Tiko, BNI juga berencana menerbitkan right issue senilai Rp 11,7 triliun yang mana Rp 7 triliun menjadi porsi pemerintah lewat PMN pada semester I 2022. Tiko menyebut kepemilikan pemerintah tetap 55 persen atau 57 persen sebagai mayoritas.
"Untuk pemenuhan kebutuhan permodalan yang lebih berkelanjutan, right issue atau PMN menjadi solusi ideal menaikan modal BNI. Kita lakukan bertahap, ini program penting karena sebagai bank sistemik, CAR BNI diharapkan bisa kembali ke 19,7 persen," kata Tiko.