REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan, kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik meski saat ini Indonesia dan negara lain di dunia belum lepas dari jeratan pandemi Covid-19. Pada kuartal I 2021, pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,74 persen, naik dibandingkan kuartal IV tahun lalu yang minus 2,19 persen.
"Hal itu ditopang dari berbagai stimulus terutama belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang semakin membaik," ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam Webinar HR Academy, UMKM Fast Track untuk Peluang Ekspor Masuk Pasar Mesir, di Jakarta, Selasa (15/6). Ia menyebutkan, hasil survei BRI Micro & SME Indeks (BMSI kuartal I 2021), Indeks Kepercayaan Pelaku UMKM kepada Pemerintah (IKP) terus meningkat dari 126,8 pada kuartal tiga 2020 menjadi 136,3 pada kuartal IV 2020.
"Pelaku UMKM optimistis dan yakin Pemerintah mampu menangani dampak Covid-19 dengan baik. Saya kira IKP sudah pas dengan kebijakan pemulihan ekonomi nasional," katanya.
Teten mengatakan, digitalisasi harus mampu meningkatkan ekspor produk UMKM ke pasar dunia, terutama ke Mesir. Menurutnya, kontribusi ekspor UMKM masih tergolong rendah, yaitu 14 persen dibanding beberapa negara lainnya seperti Singapura 41 persen, Thailand 29 persen, atau Tiongkok yang mencapai 60 persen.
"Pada 2024, pemerintah menargetkan kontribusi ekspor UMKM akan meningkat menjadi 21,6 persen," ujar dia. Sayangnya, kata Menkop, statistik e-commerce 2020 (BPS) menunjukkan hanya 4,68 persen usaha e-commerce melakukan ekspor, 54,01 persennya merupakan usaha di sektor perdagangan besar dan eceran, bukan sektor produktif.
Maka Menkop menyebutkan tiga strategi utama yang akan dan sedang dilakukan untuk meningkatkan ekspor UMKM. Pertama, penguatan database, pemetaan potensi produk maupun pasar melalui Basis Data Tunggal UMKM, preferensi pasar di negara tujuan, jaringan distribusi dan gudang di luar negeri, serta affirmative-action penurunan tarif di negara tujuan dan memperluas kerja sama dagang luar negeri.
"Butuh peran aktif Kemenlu, KBI/KJRI, Atase Perdagangan dan ITPC, BKPM, serta beberapa inkubasi ekspor swasta yang sudah kuat," kata Teten. Kedua, lanjutnya, peningkatan kualitas SDM dan produk melalui program pendidikan dan pelatihan, sekolah ekspor (target 500 ribu eksportir), standardisasi dan sertifikasi, dan factory sharing.
“Kami telah membuka pendaftaran bagi UKM yang memenuhi syarat untuk sertifikasi ISO, HACCP, SNI, Organik, FSSC/BRC, dan SVLK,” ujar Menkop. Selain itu, bersama Bappenas, tahun ini KemenKopUKM akan melakukan pilot project factory sharing di lima provinsi, dengan rencana awal FS untuk komoditas rotan (Jateng), FS untuk komoditas kelapa (Sulut), FS untuk komoditas sapi (NTT), FS untuk komoditas nilam (Aceh), dan FS untuk komoditas biofarmaka (Kaltim).
Ketiga, kemudahan pembiayaan. Skema pembiayaan UKM untuk ekspor terus dipermudah di antaranya melalui kerja sama dengan beberapa sumber pembiayaan ekspor seperti LPEI/KURBE, LPDB-KUMKM, perbankan/himbara, dan skema alternatif lainnya seperti crowd funding, modal ventura, dan CSR. "Skema KUR sebagaimana arahan Presiden terbaru dapat dimanfaatkan seperti plafon KUR dari sebelumnya maksimum Rp 500 juta naik menjadi Rp 20 miliar. Lalu KUR tanpa agunan naik dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta," jelas dia.
Teten menjelaskan, komoditas ekspor terbesar dari Indonesia ke Mesir berdasarkan data International Trade Center 2021 yaitu minyak sawit nilai aktual 609 juta dolar AS dengan potensi 876,8 juta dolar AS. Kemudian kopi (green beans) nilai aktual 54,7 juta dolar AS, kayu lapis/laminasi nilai aktual 6,4 juta dolar AS dengan potensi 32,9 juta dolar AS, kelapa kering nilai aktual 5,4 juta dolar AS dengan potensi 28,2 juta dolar AS, minyak cokat nilai aktual 5,4 juta dolar AS, dengan potensi 13,8 juta dolar AS, dan tuna kering atau diawetkan nilai aktual 3,3 juta dolar AS dengan potensi 23,2 juta dolar AS."Dengan data di atas. Maka masih besar peluang dan potensi yang bisa kita maksimalkan demi masuk pasar Mesir," tegas Teten.