REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan periode Januari-April 2021 mencatatkan surplus sebesar 7,72 miliar dolar AS. Angka itu tertinggi sejak lima tahun terakhir.
"Surplus yang besar ini sangat menggembirakan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam konferensi pers, Kamis (20/5).
BPS mencatat, pada kurun waktu yang sama tahun lalu, surplus neraca perdagangan hanya 2,22 miliar dolar AS. Pada 2019 justru defisit 2,28 miliar dolar AS begitu pula tahun 2018 yang defisit 1,41 miliar dolar AS. Adapun pada 2017 neraca dagang mencatatkan surplus 5,43 miliar dolar AS serta Januari-April 2016 surplus 2,64 miliar dolar AS.
Sepanjang Januari-April 2021, BPS mencatat total nilai ekspor mencapai 67,38 miliar dolar AS. Terjadi kenaikan ekspor baik untuk ekspor migas yang tumbuh 27,14 persen, ekspor pertanian naik 15,75 persen, ekspor industri meningkat 25,96 persen, serta ekspor tambang yang naik 19,6 persen.
Dari sisi impor, total nilai impor sebesar 7,96 miliar dolar AS. Impor barang konsumsi tercatat tumbuh 18,87 persen, serta ekspor bahan baku/penolong dan barang modal masing-masing 15,76 persen dan 11,4 persen.
Suhariyanto mengatakan, performa perdagangan tersebut harus dipertahankan oleh pemerintah. Dibutuhkan kerja sama erat dari berbagai pihak agar semua sektor ekonomi kembali pulih dan mulai bergerak setelah dihantam pandemi sejak tahun lalu.
Menurutnya, salah satu pendorong yang sangat signifikan membantu pemulihan ekonomi, khususnya perdagangan, yakni program vaksinasi. Di sisi lain, kepatuhan masyarakat terhadap protkol kesehatan turut membantu kondusivitas dunia industri.
Terkait banyaknya negara tetangga yang saat ini menerapkan kebijakan pembatasan sosial, Suhariyanto menilai, sejauh ini belum berdampak signifikan pada kegiatan ekspor Indonesia. Tercatat hanya ekspor ke Singapura yang turun sebesar 26,23 persen pada tahun lalu.
Sementara dari sisi impor, cenderung stabil. Singapura misalnya berkontribusi sebesar 5,67 persen dari total impor Indonesia. Adapun Thailand 5,3 persen, Malaysia 3,75 peren,s erta Taiwan 2,63 persen.