REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu nasabah Bank Mega Syariah (BMS) kehilangan dana deposito sebesar Rp 20 miliar. Saat ini, melalui kuasa hukum, nasabah tersebut ingin BMS bertanggung jawab atas hilangnya dana deposito tersebut.
"PT Bank Mega Syariah (BMS) harus bertanggung jawab atas raibnya dana deposito yang tercatat atas nama salah satu perusahaan asuransi yang di mana merupakan klien saya. Dana deposito sebesar Rp 20 miliar itu sudah ditempatkan di BMS sejak 2012," kata kuasa hukum perusahaan itu, Riduan Tambunan, melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (19/4).
Deposito tersebut merupakan dana jaminan wajib yang ditempatkan pada bank guna memenuhi ketentuan sejumlah aturan. Di antaranya Pasal 20 UU No 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian jo Pasal 35 Ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang mengatur Perusahaan Asuransi Wajib Membentuk Dana Jaminan, dalam bentuk dan jumlah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ia menambahkan, dana sebesar Rp 20 miliar tersebut ditempatkan di BMS dalam bentuk deposito pada 29 Oktober 2012, yang terdiri atas 4 bilyet giro (masing-masing Rp 5 miliar) dengan Nomor Seri 036466, 036465, 036464, dan 036463 serta 4 bilyet giro asli tersebut disimpan di main vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
"Pada 2015, klien kami bermaksud mencairkan dana tersebut beserta bunganya, namun informasi yang diperoleh dari BMS, dana tersebut sudah tidak ada atau telah raib. Atas kejadian ini klien kami terkejut karena merasa tidak pernah mencairkan (memberikan instruksi pencairan) deposito tersebut dan 4 bilyet giro asli masih tersimpan dengan baik di bank Kustodian," kata dia.
Pencairan deposito sebagai dana jaminan wajib seharusnya tidak dapat begitu saja dipindahkan atau dicairkan karena harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari OJK (Vide Pasal 20 Ayat (4) UU No 40/2014 tentang Peransuransian).