REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi surplus perdagangan barang sepanjang kuartal I 2021 sebesar 5,52 miliar dolar AS. Surplus tersebut merupakan yang terbesar dalam lima tahun terakhir.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, nilai ekspor Indonesia pada kuartal I 2021 tembus 48,9 juta dolar AS atau tumbuh 17,11 persen dari periode sama tahun lalu.
Kenaikan ekspor terjadi pada ekspor migas naik 16,52 persen. Begitu pula pada non migas di mana ekspor pertanian naik 14,61 persen, industri melonjak 18,06 persen, serta pertambangan tumbuh 12,10 persen.
Adapun dari sisi impor nilainya tercatat mencapai 43,3 juta dolar AS, naik 10,76 persen dari kuartal I 2020. Impor barang konsumsi mengalami kenaikan 14,62 persen, sementara impor bahan baku dan barang modal masing-masing naik 11,47 persen.
"Neraca kita masih surplus. Indikator ini menunjukkan bahwa industri manufaktur kita mulai bergerak begitu juga dengan investasi. Semua berharap ekonomi Indonesia pulih," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/4).
Berdasarkan data BPS, capaian surplus kali ini tertinggi sejak 2016. Di mana pada 2016 lalu, surplus perdagangan mencapai 1,77 miliar dolar AS lalu naik menjadi 4,11 miliar dolar AS pada 2017. Memasuki 2018, terjadi defisit sebesar 8,7 miliar dolar AS dan berlanjut pada 2019 dengan defisit 3,59 miliar dolar AS. Tahun 2020, surplus bisa diraih sebesar 2,59 miliar dolar AS.
Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekspor pada kuartal I 2021 sangat impresif karena mampu tumbuh hingga dua digit. Begitu pula dengan kenaikan impor yang terjadi pada impor bahan baku dan barang modal.
Hal itu mencerminkan ada pergerakan industri dalam negeri untuk memproduksi barang setelah dihantam pandemi Covid-19 setahun terakhir. "Dengan peforma ekspor dan impor yang bagus tentu dia akan berpengaruh bagus ke pertumbuhan ekonomi yang akan kita rilis pada 5 Mei 2021," katanya.
Ia menuturkan, pangsa ekspor terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sekitar 20-21 persen. Adapun impor sekitar 19-20 persen. Meski begitu, Suhariyanto menekankan, angka ekspor impor yang diperoleh baru pada perdagangan barang dan belum mencakup jasa.
"Tapi kembali, bagusnya pertumbuhan ini akan berpengaruh positif kepada perekonomian kuartal I," kata dia.