REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus mendorong penyerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam kegiatan di sektor minyak dan gas (migas).
Bobby Gafur Umar, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Migas, menyatakan peningkatan TKDN harusnya bisa dilakukan di proyek kilang yang digarap oleh PT Pertamina (Persero). Dari lima hingga enam proyek kilang baik pengembangan (refinary development master plan/RDMP) maupun pembangunan baru (grass root refinary/GRR) menghabiskan anggaran sebesar 50 miliar dolar AS hingga 65 miliar dolar AS atau sekitar Rp800 triliun.
Apabila 30 persen saja bisa diserap oleh pelaku usaha dalam negeri, industri nasional bisa kebanjiran proyek dengan nilai mencapai Rp 240 trilun.“Kita bayangkan jika 30 persen saja industri dalam negeri bisa ambul kesempatan ini , bisa lebih dari Rp200 triliun. Kalau kita sih maunya lebih besar lagi dari 30 persen,” kata Bobby.
Dia menilai, penggunaan TKDN Pertamina relatif sudah bagus yakni di atas 45 persen. Namun ketika dirinci satu per satu, komponen barang atau produknya memang masih rendah.
Komponen penggunaan TKDN yang tinggi baru pada jasa engineering serta pada penggunaan tenaga kerja lokal. Sementara untuk produk barang masih didominasi produk impor.
Hal ini pula yang menurut Boby, membuat Presiden Joko Widodo meradang karena Pertamina masih gemar menggunakan pipa impor. Ini membuat utilisasi pipa buatan nasional menjadi kecil.“Produknya masih kecil, makanya kalau kita lihat kapasitas produksi pabrik pipa kita utilisasinya kurang dari 30 persen. Padaha; market-nya ada, artinya diisi impor,” jelas Bobby.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sebelumnya juga menyatakan presiden langsung memecat salah satu pejabat di Pertamina lantaran dinilai tidak mendukung realisasi TKDN di perusahaan. Belum lama ini memang terjadi perombakan direksi secara mendadak di beberapa unit bisnis salah satunya direksi subholding kilang atau PT Kilang Pertamina International (KPI).
Sementara itu, realisasi TKDN tahun lalu industri hulu migas tak capai target. Hal ini karena dampak pandemi banyak proyek yang harus tertunda sehingga berdampak pada realisasi TKDN 2020.
Erwin Suryadi, Kepala Divisi Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa SKK Migas, menjelaskan realisasi TKDN pada 2020 kemarin sebesar US$3 miliar atau sebesar Rp45 triliun.“Memang tidak sesuai target, karena itu kan awal covid jadi temen temen kesulitan melakukan adjustment di awal covid,” ujar Erwin.
Dia menjelaskan tahun lalu target TKDN di industri hulu migas dipatok sebesar 56 persen sementara untukntahun ini, meski sudah ada vaksin, namun pemulihan ekonomi baik global maupun Indonesia masih belum agresif, sehingga target realisasi TKDN di tahun ini sebesar 57 persen.
“TKDN 56 persen di tahun lalu dan tahun ini masih posisinya belom banyak perubahan signifikan, organisasi SKK Migas ditargetkan 57, persen. Jadi, mudah mudahan memang kita bisa terus berkolaborasi,” ujar Erwin.
Erwin menyatakan industri hulu migas punya resiko yang tinggi. Apalagi, budaya di para KKKS membutuhkan komponen yang murah agar beban biaya investasi tidak membengkak.
Menurutnya selain masih terbatasnya industri penunjang hulu migas di dalam negeri, persoalan harga juga menjadi tantangan.“Ya kalau dibandingkan sama China gitu tentu lebih murah dari sana. Tapi kan kita bagaimanapun tetap harus memiliki keberpihakan dalam negeri. Makanya, kenapa kami mewajibkan TKDN ini di setiap KKKS,” ujar Erwin.