REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti sejumlah tantangan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia untuk bersaing di kancah global. Pertama, kata Wapres, pengembangan halal value chain atau rantai nilai halal dalam pengembangan industri produk halal.
Wapres mengatakan, untuk mewujudkan industri halal yang efisien perlu dikembangkan ekosistem halal yang terintegrasi dalam kegiatan ekonomi. "Mulai dari input, proses produksi, distribusi, pemasaran hingga konsumen," ujar Ma'ruf saat meresmikan Center for Sharia Finance & Digital Economy (SHAFIEC) Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta secara daring, Jumat (12/3).
Untuk mendukung hal tersebut, Wapres mengatakan Pemerintah saat ini terus berupaya memperbanyak pembentukan Kawasan Industri Halal (KIH) atau zona halal di kawasan industri yang sudah ada. Tak hanya itu, Pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan lainnya untuk mendukung halal value chain, mulai dari penguatan industri dan UMKM berbasis syariah atau halal melalui UU Cipta Kerja, Pendirian Bank Syariah Indonesia (BSI). Serta membuka partisipasi masyarakat luas secara aktif dalam pengembangan ekonomi syariah.
Sedangkan tantangan kedua pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, ungkap Wapres adalah digitalisasi. Wapres menilai, saat ini ekonomi semakin mengarah kepada digitalisasi.
Apalagi dengan adanya pandemi mempercepat perubahan aktivitas ekonomi ke arah digital. Sehingga penjualan barang dan jasa hingga aktivitas keuangan semakin banyak menggunakan platform digital.
"Marena itu, pengembangan digitalisasi menjadi keharusan, dan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah tidak boleh tertinggal dari kemajuan teknologi digital ini," ungkap Wapres.