Selasa 02 Mar 2021 11:44 WIB

Relaksasi PPN Perumahan Hambat Penjualan Properti Inden

Periode pemberian insentif yang sempit tak memberikan kesempatan pada rumah inden.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pekerja melanjutkan pembangunan rumah di kawasan perumahan KPR subsidi di Lubuk Buaya, Padang, Sumatera Barat, Kamis (18/2). Pemberian insentif PPN terhadap rumah siap huni tidak menguntungkan rumah dengan sistem inden.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Pekerja melanjutkan pembangunan rumah di kawasan perumahan KPR subsidi di Lubuk Buaya, Padang, Sumatera Barat, Kamis (18/2). Pemberian insentif PPN terhadap rumah siap huni tidak menguntungkan rumah dengan sistem inden.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Property Watch (IPW) memberi catatan terhadap stimulus sektor properti berupa diskon pajak 100 persen untuk pembelian rumah atau properti di bawah Rp 2 miliar melalui fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP). CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai, kebijakan ini hanya menguntungkan pengembang yang memiliki rumah ready stock dan tidak dapat mengangkat potensi daya beli masyarakat lain yang ingin membeli properti secara inden.

“Pemerintah diharapkan dapat lebih memahami kondisi di lapangan, dan tidak dibatasi aturan harus terbangun sampai 31 Agustus 2021, karena ini dikhawatirkan menjadikan aturan ini tidak akan berjalan lancar ke depan dan hanya dinikmati oleh pengembang yang memiliki banyak rumah ready stock. Dari sisi lain penjualan properti inden pasti malah akan tertahan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (2/3).

Baca Juga

Menurut Ali, pembangunan rumah mungkin dapat dilakukan selama enam bulan, artinya bila ada unit yang terjual pada Maret, maka pengembang akan segera membangun sampai selesai pada bulan Agustus. Namun bila penjualan terjadi pada Mei atau setelah itu, artinya pengembang tidak akan sanggup membangun dalam periode yang sempit.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan syarat dari stimulus ini yang hanya berlaku bagi rumah siap huni, sehingga diharapkan permintaan akan meningkat kembali pembelian rumah baru. Menanggapi poin tersebut, Ali beranggapan, jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi FLPP.

Namun lebih lanjut Ali menjelaskan, stimulus ini tentunya berbeda dengan aturan penghapusan rumah FLPP karena tidak dibatasi periode enam bulan. Menurutnya, meskipun dampak stimulus luar biasa, namun tentunya hanya sebagian pengembang yang memiliki rumah stok yang diuntungkan.

“Kebijakan yang seharusnya luar biasa ini menjadi kontra produktif karena ada aturan ready stock. Fokus pemerintah harusnya memperbesar pasar, bukan hanya untuk menghabiskan stok rumah. Paling tidak ada patokan standar progres bangunan sampai batas akhir periode relaksasi, dan tidak harus ready stock,” pungkas Ali.

Pemerintah memberikan relaksasi diskon pajak pertambahan nilai (PPN)  pembelian rumah tapak atau unit hunian rumah susun selama enam bulan, terhitung mulai Maret hingga Agustus 2021. Pemberian fasilitas PPN DTP sebesar 100 persen diberikan bagi penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan nilai jual sampai dengan Rp 2 miliar dan PPN DTP sebesar 50 persen bagi yang memiliki nilai jual di atas Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar. Pengaturan lebih lanjut mengenai kebijakan ini akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement