REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- UU Cipta Kerja mengatur bahwa saat ini batu bara menjadi barang kena pajak (BKP). Hal ini kemudian berpotensi membebani PLN, karena PLN harus membayar pajak 10 persen dari pembelian batu bara tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Energi Primer PLN, Rudy Hendra Prastowo mengamini adanya aturan tersebut. Namun PLN sebagai entitas BUMN hanya bisa mengikuti ketentuan tersebut.
"Ketentuan tersebut kita ikuti saja," ujar Rudy kepada Republika.co.id, Ahad (13/12).
Rudy pun menjelaskan terkait biaya tambahan yang muncul karena harus membayar pajak 10 persen dari pembelian batu bara. Hal itu saat ini masih dibahas dengan Kementerian Keuangan.
"Terkait tambahan biaya yang muncul kita juga sudah sampaikan ke pemerintah," tambah Rudy.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin pada rapat bersama Komisi VII DPR RI pekan lalu juga mengamini potensi beban PLN dengan adanya UU Cipta Kerja. "Batu bara sebagai barang kena pajak memang akan meningkatkan biaya PLN. Itu juga sudah kami sampaikan dan diskusikan dengan Badan Kebijakan Fiskal," kata Ridwan.
Lebih lanjut, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Sujatmiko menyampaikan bahwa saat ini PLN sedang berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengantisipasi dampak dari 10 persen PPN yang harus ditanggung oleh perusahaan setrum plat merah tersebut.
"Sampai saat ini infonya, PLN masih menanggung PPN-nya. Terkait itu PLN sedang meminta persetujuan kepada Kemenkeu untuk mengatasi atau mengantisipasi konsekuensi 10 persen yang saat ini ditanggung PLN," ungkap Sujatmiko.