Kamis 10 Dec 2020 04:43 WIB

Kemenperin Dorong Daya Saing Industri Pengolahan Karet

Pemerintah berupaya meningkatkan harga karet alam guna mendongkrak nasib petani

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Buruh menata karet-karet yang dikemas menjadi balok di pabrik pengolahan karet Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah (PD CMJT), Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (19/9). Menurut Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), harga karet di tingkat petani mengalami penurunan sejak enam bulan terakhir dari sekitar Rp10.000 per kilogram menjadi Rp5.000-Rp6.000 per kilogram.
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Buruh menata karet-karet yang dikemas menjadi balok di pabrik pengolahan karet Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah (PD CMJT), Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (19/9). Menurut Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), harga karet di tingkat petani mengalami penurunan sejak enam bulan terakhir dari sekitar Rp10.000 per kilogram menjadi Rp5.000-Rp6.000 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen mendorong sektor industri pengolahan karet agar semakin produktif dan memiliki daya saing, sekaligus mampu melakukan diversifikasi produk dengan terus memacu program hilirisasi produk karet. Hal itu didukung potensi Indonesia yang menjadi produsen karet alam terbesar kedua di dunia.

“Kontribusi sektor industri pengolahan karet nasional terhadap perolehan devisa mencapai 3,422 miliar dolar AS pada 2019. Saat ini, terdapat 163 industri karet alam dengan serapan tenaga kerja langsung sebanyak 60 ribu orang,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, Rabu (9/12).

Ia menyebutkan, produksi karet alam pada 2019 mencapai 3,3 juta ton, yang meliputi SIR atau crumb rubber, lateks pekat, dan Ribbed Smoked Sheet (RSS). “Dari jumlah tersebut, masih perlu dioptimalkan lagi pengolahannya di dalam negeri, yang saat ini telah meliputi produk hilir seperti ban, karet vulkanisir, alas kaki, rubber articles, serta manufacture rubber goods (MRG),” ujarnya. 

Pemerintah, lanjut dia, juga berupaya meningkatkan harga karet alam. Langkah ini guna mendongkrak kesejahteraan petani karet, penghasilan perusahaan karet dan nilai ekspor. “Peningkatan penyerapan bahan baku oleh industri dalam negeri melalui program TKDN serta melakukan diversifikasi produk turunan karet, bisa menjadi salah satu upaya yang kita lakukan,” jelas Doddy.

Upaya lain yang perlu ditempuh, misalnya melalui diplomasi internasional dengan berbagai negara produsen dan konsumen karet alam dalam komunitas International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC). “Pada 2019, tiga negara yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam ITRC, sepakat menerapkan instrumen Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) demi mengurangi ekspor karet alam guna meningkatkan harga komoditas ini di pasar dunia,” tuturnya. 

Ia mengemukakan, pihaknya melalui Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) Palembang siap mendukung hilirisasi karet alam melalui program penelitian, pengembangan inovasi, konsultasi, penjaminan kualitas produk, dan pelatihan transfer teknologi industri. Khususnya Provinsi Jambi dan provinsi penghasil karet lainnya.

Kepala Baristand Industri Palembang Syamdian menyampaikan, kolaborasi di antara pemangku kepentingan memegang peranan penting dalam pembentukan ekosistem industri karet alam. Selain itu dapat mendukung perumusan langkah strategis hilirisasi industri barang jadi karet serta pemberian usulan program rencana aksi sinergi untuk mengembangkan perkomoditi dan potensi lainnya.

“Baristand Industri Palembang memiliki teknologi yang siap dimanfaatkan oleh calon wirausaha. Contohnya ban pejal kursi roda, rubber tips untuk tongkat pasien, shock dumper, selang gas LPG, bantalan conveyor, karet otomotif, karpet, tegel, alas kaki dan paving block karet,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement