REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menilai, potensi ekonomi umat Islam sangat besar. Masjid pun dapat menjadi fokus utama implementasi pengembangan ekonomi syariah.
Apalagi, Indonesia merupakan negara pemilik masjid terbanyak di dunia. Dewan Masjid Indonesia (DMI) mencatat, terdapat sekitar 800 ribu masjid di Tanah Air.
Teten menilai, masjid dapat berperan sebagai alternatif pembiayaan syariah dengan menerima dan mengelola dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) dari umat. "Di sinilah peran masjid untuk melakukan edukasi ziswaf kepada masyarakat," kata Teten melalui siaran pers pada Rabu (9/12).
Mengutip data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), ia mengatakan, setidaknya terdapat potensi zakat dan infak sebesar Rp 233 triliun per tahun. Begitu pun dengan wakaf, potensi wakaf tanah mencapai luas 435.944 hektare, kemudian potensi wakaf uang senilai Rp 217 triliun per tahun.
"Trennya terus meningkat, dan pertumbuhan pengumpulan zakat-infak saja dapat mencapai 20 sampai 25 persen per tahun," kata Teten.
Ia menambahkan, data Puskas Baznas RI juga menunjukan, 55 persen muzakki sudah menunaikan zakat, dan sebanyak 37 persen di antaranya atau paling banyak menunaikannya di masjid. Sedangkan sebanyak 44 persen muzakki yang belum menunaikan zakat.
Maka Teten menekankan, transformasi ke arah ekonomi digital telah menjadi kebutuhan, termasuk mengembangkan ekonomi umat berbasis Masjid. Digitalisasi dapat menjadi peluang, sekaligus tantangan ke depan dan membawa semangat untuk memfungsikan masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah, tapi juga pusat ekonomi umat.
Kemenkop UKM mendorong masjid dapat melakukan fungsi inkubasi bisnis dengan menumbuhkan Mosquepreneur berbasis teknologi dan inovasi. Bahkan untuk meningkatkan layanan masjid.
"Kami terus mengembangkan inisiatif program maupun kebijakan untuk mendukung pengembangan ekonomi syariah era digital di Indonesia, khususnya bagi Koperasi dan UMKM," ujar Teten.
Di antaranya, penguatan modal kerja dan investasi melalui pembiayaan syariah dari LPDB- KUMKM, dengan sistem bagi hasil syariah 30-70. Sejak 2008 hingga 2020, telah tersalurkan melalui pola pembiayaan syariah sejumlah Rp 2,34 triliun.
Begitu juga dengan pengembangan BMT, berdasarkan data Online Data Sistem (ODS) Kementerian Koperasi dan UKM, per 30 Juni 2020 terdapat BMT sebanyak 4.115 unit. Angka itu meningkat sebesar 51,34 persen dari 2017 yang sebanyak 2.719 unit.