REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan Covid-19 telah memberi dampak besar bagi perekonomian dunia.
Berdasarkan data IMF melalui World Economic Outlook Oktober 2020, kata Suharso, dampak covid mengakibatkan penurunan perdagangan hingga 10 persen di seluruh dunia atau sama dengan kondisi krisis finansial global pada 2008 dan 2009. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami kontraksi 4,4 persen.
IMF, lanjut Suharso, memperkirakan peningkatkan orang yang berpendapatan di bawah 1,9 dolar AS per hari menjadi 115 juta orang dari sebelumnya yang sebanyak 88 juta orang."Negara yang terkena dampak pandemi paling parah adalah negara-negara yang mengalami kesulitan dalam mengatasi penyebaran virus dan negara-negara yang bergantung besar pada pariwisata, ekspor komoditas, dan pembiayaan ekspor," ujar Suharso dalam Webinar yang diselenggarakan Indef pada Rabu (9/12).
Suharso menyampaikan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan pulih dan tumbuh sebesar 4,2 persen pada 2021 seiring dengan rencana distribusi vaksin pada tahun depan. Kendati begitu, pemulihan ekonomi global masih diikuti risiko ke bawah, terutama jika pandemi berkepanjangan hingga ada gelombang kedua, kerentanan pasar keuangan, dan perubahan baru konstelasi perdagangan global, termasuk rantai pasok.
Akibat pandemi covid, kata Suharso, ekonomi indonesia juga mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen pada kuartal II dan kontraksi 3,49 persen pada kuartal III. Suharso menyebut tekanan terhadap ekonomi domestik berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran sekitar 2,67 juta orang sehingga tingkat pengangguran menjadi 7,07 persen.
"Saat ini diperkirakan penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan 9,78 persen dari penduduk miskin dan yang rentan diperkirakan 30,77 persen," ucap Suharso.
Suharso menilai pandemi covid menyadarkan Indonesia bahwa sistem kesehatan dalam negeri masih rentan terhadap goncangan pandemi. Oleh karena itu, pemerintah akan terus meningkatkan fasilitas kesehatan dengan memperbanyak RS rujukan tersebar di seluruh Indonesia, memenuhi kebutuhan atau kapasitas laboratorium untuk melakukan upaya mendeteksi masyarakat yang memiliki risiko besar terhadap penularan covid, dan meningkatkan penanganan pasien, dan terus memberikan dukungan distribusi APD dan alat kesehatan bagi tenaga medis. "Namun di saat bersamaan, pandemi Covid-19 ini, ada tantangan baru dengan adanya peningkatan sampah medis dan nonmedis seperti masker, APD bekas, dan alat-alat medis lainnya. Ini perlu jadi perhatian kita," ungkap Suharso.
Suharso meminta unit pengolahan limbah khusus, terutama limbah RS yang menangani pasien harus diperhatikan dan dipastikan beroperasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pemerintah, ucap Suharso, berkomitmen melaksanakan //Sustainable Development Goals// (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memasukan SDGs ke dalam RPJMN 2020-2024, memastikan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional, serta mendorong ekonomi hijau sebagai pertumbuhan ekonomi masa depan.
Indonesia, lanjutnya, telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen dari skenario baseline pada 2024 dan kontribusi sektor energi sendiri diharapkan capai 13,2 persen.
"Komitmen ini dapat dicapai dengan memaksimalkan upaya beralih ke energi terbarukan dan melaksanakan program efisiensi energi. Dengan kata lain, dibutuhkan banyak investasi hijau untuk mengimplementasikan tersebut," lanjutnya.
Suharso menyebut pandemi covid menjadi momentum bangsa dalam menjalankan pembangunan yang lebih baik. Ia berpandangan pembangunan ekonomi jangka panjang pascacovid-19 harus didesain ulang agar dapat memberikan basis ekonomi yang kokoh, menjamin kesehatan yang baik, menciptakan lapangan kerja, sekaligus membangun masyarakat yang tangguh di masa mendatang. "Kompleksitas situasi saat ini menyadarkan kita tidak bisa bekerja sendiri dalam menghadapi pandemi," katanya.