REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat ada potensi pengembangan PLTS sebesar 436 MW yang bisa dilakukan di lahan bekas tambang. Saat ini, perusahaan sedang mengkaji potensi ini.
Executive Vice President Divisi Energi Baru dan Terbarukan PLN Cita Dewi mengatakan, dalam draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru dialokasikan rencana penambahan kapasitas PLTS hingga 1,4 gigawatt (GW).
"Dari draf RUPTL ke depan, alokasi untuk pembangkit surya itu hampir mencapai sekitar 1,4 GW. Tapi ini bertahap, kami sesuaikan dengan kebutuhan sistem per tahun," ujar Cita, Senin (30/11).
Dari jumlah alokasi tersebut, terdapat potensi pengembangan PLTS hingga 436 MW di lahan-lahan bekas tambang yang tersebar di Sumatra dan Kalimatan. Perinciannya antara lain, sebanyak 38 lokasi di Kalimantan Timur dengan total kapasitas 346 MW, satu lokasi di Kalimantan Selatan sebesar 12,48 MW, satu lokasi di Sumatra Barat dengan total kapasitas 27 MW, dan satu lokasi Sumatra Selatan sebesar 50 MW.
"Masih dalam tahap kajian dari sisi PLN karena tidak semua lahan bekas tambang bisa," kata Cita.
Sebab, lanjut dia, ternyata masih ada yang lahannya belum dialihkan kepemilikannya dan masih dimanfaatkan. Namun, PLN melihat sudah banyak pihak-pihak yang sudah mulai berkoordinasi dengan pemilik tambang.
Menurutnya, pemanfaatan lahan bekas tambang akan semakin memudahkan pengembangan PLTS dengan mengurangi risiko dari sisi penyiapan lahan. Sebab, kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi surya selama ini umumnya terkait dengan akuisisi lahan.
Cita memaparkan, kendala lain pengembangan PLTS terkait intermitensi, perlahan telah mulai dapat dikendalikan oleh perseroan. Saat ini harga listrik dari PLTS semakin turun.
Cita berharap ke depan harga listrik PLTS semakin kompetitif sehingga perseroan dan negara tidak terbebani. "Sangat senang sekali bila nanti pengembangan solar PV di Indonesia semakin menarik. Ini harapan PLN dan tentunya kami juga sangat menyabut itu," kata Cita.