Jumat 27 Nov 2020 11:06 WIB

Guru Besar IPB: Mikroba Indonesia Menarik Peneliti Dunia

Banyak spesies baru mikroba asli Indonesia yang sudah dikenal di dunia.

Prof Dr Yulin Lestari,  Guru Besar IPB University dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Foto: Dok IPB University
Prof Dr Yulin Lestari, Guru Besar IPB University dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Mikroba adalah makhluk tak kasat mata yang ada di mana-mana, hidup bersama manusia  dan memiliki kekuatan besar (the power of unseen) serta berperan penting menjaga kehidupan di alam. Mikroba sudah menjadi penghuni bumi sejak lebih dari tiga miliar tahun lalu, sebelum munculnya tumbuhan dan hewan. Di Indonesia, keragaman mikroba seperti aktinobakteri sangat tinggi sebagai sumber plasma nutfah yang dapat dieksplorasi potensinya.

“Banyak spesies baru mikroba asli Indonesia yang sudah dikenal di dunia, misalnya Streptomyces baliensis, Actinokineospora cibodasensis, A. cianjurensis dan Dietzia timorensis. Nama-nama mikroba tersebut menunjukkan tempat asalnya dimana mikroba tersebut pertama kali ditemukan. Jadi Indonesia bisa terkenal melalui penemuan mikroba baru (novel) dan manfaatnya. Akan tetapi keanekaragaman mikroba di alam masih belum banyak diketahui, karena hanya sebagian kecil mikroba yang dapat ditumbuhkan di laboratorium, sebagian besar lagi masih misteri,” ujar Guru Besar IPB University dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prof Dr Yulin Lestari dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar, Kamis  (26/11) yang digelar secara daring.

Ia menambahkan, mikroba Indonesia menjadi daya tarik bagi para peneliti dunia untuk dapat dieksplorasi potensinya. Seiring dengan kemajuan teknik molekuler, bioteknologi dan bioinformatika maka keanekaragaman dan fungsi mikroba di alam dapat dikaji lebih komprehensif. Aktinobakteri menjadi fokus perhatian karena keunggulannya sebagai sumber beragam senyawa berkhasiat.

“Indonesia kaya dengan tanaman obat dan ternyata di dalam tanaman obat tersebut banyak ditemukan mikroba seperti aktinobakteri yang bermanfaat,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Ia menjelaskan, aktinobakteri yang hidup dalam rimpang bangle dapat berperan sebagai inhibitor lipase pankreas (sebagai pelangsing), aktinobakteri endofit kulit manggis berpotensi sebagai sumber antioksidan. Brotowali dan tabat barito ternyata dihuni juga oleh aktinobakteri endofit yang memiliki aktivitas inhibitor enzim alfa glukosidase (sebagai antidiabetes).

“Senyawa berkhasiat yang dihasilkan Streptomyces lavendulae mampu mengendalikan bakteri patogen penyebab diare, Escherichia coli enteropathogenic K1-1 resisten antibiotik b-laktam yang mencemari lingkungan masyarakat. Formulasi dari invensi ini pada tahun 2018 sudah mendapatkan hak paten (granted),” tuturnya.

Melihat potensi ini, menurutnya, terbuka peluang besar untuk menggunakan mikroba seperti aktinobakteri, sebagai pabrik biologi (biofactory) untuk produksi beragam senyawa berkhasiat di alam. Cara ini relatif jauh lebih cepat, relatif mudah ditumbuhkan, dapat direkayasa untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, serta tidak tergantung musim.  

Prof Yulin mengemukan, selain untuk dunia kesehatan, mikroba juga memiliki manfaat di dunia pertanian. Atmosfer bumi kita ini didominasi dengan gas Nitrogen (N2) namun tidak bisa langsung dimanfaatkan tanaman. Gas N2 tersebut harus dikonversi dulu oleh mikroba sehingga menjadi amonium yang kemudian diserap tanaman untuk pertumbuhannya. Kemampuan aktinobakteri dalam menambat gas N2 dan mengkonversinya menjadi ammonium berpotensi untuk mengurangi ketergantungan pupuk sintetik untuk tanaman padi.

“Aktinobakteri juga dapat menghasilkan IAA, siderofor sebagai pelarut fosfat dan mampu mengendalikan Xanthomonas oryzae pv oryzae (Xoo). Yaitu bakteri patogen yang banyak menyerang tanaman padi. Formulasi konsorsium aktinobakteri dari genus Streptomyces spp. sebagai pupuk hayati untuk tanaman padi ini telah didaftarkan perolehan patennya oleh IPB University,” imbuhnya.

Informasi tentang keberadaan dan peran aktinobakteri di alam banyak yang masih misteri. Banyak aktinobakteri yang mungkin ada atau hidup di alam (viable) tetapi belum dapat dikulturkan (unculturable), bahkan mungkin aktinobakteri tersebut bersifat obligat (tidak dapat dipisahkan) pada tanaman ataupun organisme lain di lingkungan.

“Interaksi bakteri-tanaman sebagai suatu ‘sistem biologi’ perlu diteliti lagi. Diperlukan pendekatan lintas disiplin ilmu biologi, mikrobiologi, bioteknologi dengan teknik terkini. Dukungan analisis bigdata yang tersedia dengan bioinformatika serta memanfaatkan teknologi informasi yang berkembang dengan pesat saat ini dan masa datang sangat penting dilakukan,” tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement