REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan pelat merah bidang konstruksi membukukan performa buruk selama kuartal III 2020. Berdasarkan laporan keuangan yang telah dirilis di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), penurunan kinerja terjadi baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talattov menilai merosotnya kinerja BUMN sektor konstruksi merupakan imbas dari adanya pandemi Covid-19.
"BUMN konstruksi sejak pandemi termasuk yang paling terdampak karena banyak proyek-proyek swasta atau pemerintah yang tertunda atau dibatalkan karena harus ada recofusing," kata Abra kepada Republika.co.id, Senin (23/11).
Abra menyebut BUMN konstruksi mengalami tekanan besar akibat pandemi. Hal ini terlihat dari realisasi kontrak baru yang didapatkan BUMN konstruksi yang membuat BUMN konstruksi melakukan revisi terhadap Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) atau target kontrak baru di tahun ini.
Abra menambahkan merosotnya kinerja BUMN sektor konstruksi juga tak lepas dari rendahnya realisasi belanja pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga yang selama ini menjadi andalan bagi BUMN konstruksi. Abra berharap manajemen BUMN konstruksi memiliki sense of crisis atau kepekaan menghadapi krisis dengan melakukan penetrasi proyek di luar negeri.
"Mau tidak mau, salah satu alternatif untuk bisa paling tidak mengurangi risiko pengurangan kontak baru ialah melakukan ekspansi proyek di luar negeri, terutama negara yang sudah terjadi pemulihan ekonomi," ucap Abra.
Abra berpandangan proyek strategis nasional (PSN) yang tetap berjalan selama pandemi tidak cukup membantu menjaga kinerja perusahaan. Pasalnya, realisasi belanja pemerintah untuk PSN masih terbilang rendah.
"PSN jalan tapi realisasi belanja modal pemerintah masih sangat rendah sekali, akhirnya nilai proyek yang besar di atas kertas, tapi faktanya di lapangan masih minim," lanjut Abra.
Abra memprediksi kinerja BUMN konstruksi tetap akan negatif hingga akhir tahun jika melihat dari rendahnya realisasi belanja pemerintah maupun realisasi pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN).