REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berhasil meringkus pelaku destructive fishing atau penangkapan ikan dengan cara merusak. Penangkapan ini sendiri berlangsung dramatis, aparat Ditjen PSDKP melakukan pengejaran terhadap pelaku yang melakukan penangkapan ikan dengan bom tersebut.
Plt Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto memaparkan penangkapan ini dilakukan pada Jumat (20/11), pukul 10.25 WITA, di perairan Morowali, Sulawesi Tengah.
"Jadi saat itu, petugas mendengar suara ledakan dari dua arah yang berbeda," ujar Eko dalam siaran pers di Jakarta, Senin (23/11).
Eko menyampaikan satu suara ledakan berasal dari kerumunan kapal yang terdiri dari 3 unit perahu, di atas reef. Kemudian satu suara ledakan lainnya terdengar cukup keras berasal dari satu perahu tepat di depan kapal Purse Seine KM. DUA PUTRI 01.
"Seketika tim langsung bereaksi dan melakukan pengejaran," sambung Eko.
Setelah melalui aksi kejar-kejaran di laut selama 38 menit, petugas akhirnya berhasil mengamankan seorang pelaku berinisial S. Guna penyelidikan lebih lanjut, pria berusia 22 tahun ini digiring ke Morowali.
Dari tangan pelaku, petugas menyita 7 botol bom ikan, masker selam, 1 unit kompresor dan selang. "Barang bukti dan pelaku sudah kita amankan," urai Eko.
Direktur Jenderal PSDKP, Tb Haeru Rahayu menegaskan jajarannya akan terus menjadikan pemberantasan destructive fishing sebagai salah satu prioritas. Hal ini sejalan dengan kebijakan KKP di era kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang ingin membangun ekonomi kelautan berkelanjutan.
Haeru mengatakan penangkapan dengan cara yang merusak memiliki dampak negatif, bukan hanya terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya, tetapi juga dampak sosial yang besar.
"Di bawah komando Pak Edhy Prabowo kita mengusung pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan, jadi tidak ada tempat bagi destructive dan illegal fishing," ujar Haeru.
Haeru menyampaikan penangkapan pelaku destructive fishing ini merupakan hasil kerja sama yang erat dengan Pemda Provinsi dan Kabupaten setempat.
"Belum lama kami menandatangi perjanjian kerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Alhamdulillah langsung menunjukkan hasil nyata," ungkap Haeru.
Haeru juga memastikan PSDKP terus melakukan fungsi edukasi terhadap nelayan-nelayan kecil agar tidak melakukam destructive fishing. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak perilaku destructive fishing.
"Edukasi terhadap nelayan kecil akan terus kami lakukan secara intensif, selain kerja sama dengan pemerintah daerah serta instansi terkait lainnya. Pendekatan ini sangat penting agar destructive fishing dapat ditangani secara komprehensif," ucap Haeru.
Untuk diketahui, selama 2020, KKP telah menangani 25 kasus destructive fishing di berbagai wilayah di Indonesia. Kasus penangkapan ikan dengan cara yang merusak tersebut terdiri dari 15 kasus pengeboman, 4 kasus penyetruman dan 6 kasus pembiusan.