REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan menempati peringkat tiga besar negara ekonomi syariah terbaik di dunia. Data ini diketahui menurut Laporan Negara Ekonomi Islam Global (SGIE) 2020-2021.
Putra Mahkota Dubai, Sheikh Hamdan bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum, mengatakan UEA telah mengumpulkan keahlian yang luas di bidang ekonomi syariah. Pihaknya juga mendirikan infrastruktur fintech yang kuat, sehingga menempatkannya pada posisi yang kuat dan menjadi pemimpin global dalam mengembangkan sektor ekonomi syariah.
Putra Mahkota mengaitkan keberhasilan yang telah dicapai Dubai di sektor ini dengan visi progresif Yang Mulia Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan Perdana Menteri UEA, serta Penguasa Dubai. Ia menyebut semua pihak ini yang meletakkan dasar bagi sektor ekonomi syariah hingga menjadi pilar penting perekonomian nasional.
Ucapan Syekh Hamdan tersebut disampaikan pada kesempatan pengumuman hasil State of the Global Islamic Economy Report 2020-2021, Senin (16/11). Laporan ini diproduksi oleh DinarStandard, sebuah firma penelitian dan penasihat yang berbasis di AS, bekerja sama dengan Salaam Gateway selaku platform berita dan media yang berfokus pada ekonomi Islam.
Mengenai dampak global pandemi Covid-19, Putra Mahkota menunjukkan sektor ekonomi syariah berpotensi memimpin pemulihan ekonomi global paska pandemi. Dia menekankan perlunya memanfaatkan peluang yang dapat membuka cakrawala ekonomi baru dan membantu dunia mengatasi dampak pandemi.
Sheikh Hamdan lantas menyerukan penguatan saluran kerja sama dengan mitra di seluruh dunia. Potensi 'Dubai: Capital of Islamic Economy Initiative' harus dimanfaatkan untuk menarik investasi dan modal ke sektor ekonomi syariah.
Ia percaya, pada saatnya hal tersebut akan meningkatkan nilai dan ekonomi Dubai serta UEA. Ke depan, ia percaya UEA memiliki peran sebagai pemain utama dalam memperluas peluang pertumbuhan regional dan global paska Covid-19.
Perihal hasil Laporan SGIE 2020/21, Ketua Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), Sultan bin Saeed Al Mansouri, mengatakan program 'Dubai: Capital of Islamic Economy Initiative' didasarkan pada visi meningkatkan diversifikasi negara. Hal ini juga menjadi kontributor utama UEA dalam peringkat teratas Indikator Ekonomi Islam Global tahun demi tahun.
"Gangguan akibat wabah Covid-19 telah memaksa negara-negara di seluruh dunia, termasuk UEA, mengatur ulang prioritas dan meningkatkan fokus pada sektor-sektor lain, seperti ketahanan pangan. Sungguh luar biasa dan perlu dicatat, sektor makanan dan minuman halal dari manufaktur hingga perdagangan, memainkan peran kunci dalam memperkuat kemandirian bangsa kita," kata dia dilansir di Khaleej Times, Senin (16/11).
Dengan melakukan serangkaian langkah tersebut, ia menyebut dapat memperkuat kerangka peraturan keuangan syariah UEA dan mendorong aktivitas keuangan Islam yang kuat. Salah satunya, memimpin kerangka kerja legislatif global terpadu untuk keuangan Islam.
Kemajuan UEA juga disebut dapat dikaitkan dengan upaya terpuji dari DIEDC dan mitra strategisnya yang berhasil menerapkan inisiatif Pusat. Upaya konsisten tersebut telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Islam yang signifikan di Dubai, meningkatkan kontribusi industri terhadap PDB Dubai, serta mendukung pembangunan berkelanjutan di UEA dan memajukan upaya diversifikasi ekonominya.
Di sisi lain, Gubernur Dubai International Financial Center (DIFC) dan Sekretaris Jenderal DIEDC, Essa Kazim, mengatakan hingga 2019, ekonomi Islam mencapai pertumbuhan yang luar biasa di seluruh sektornya. Pada tahun 2020, sektor ini bermanuver dengan baik di tengah dampak ekonomi dari pandemi.
"Angka-angka dalam laporan tersebut menunjukkan peran penting sektor keuangan Islam dalam ekosistem ekonomi syariah secara keseluruhan, serta peran pentingnya dalam lingkungan ekonomi saat ini," ujarnya.
Laporan Tahunan Ekonomi Islam Global (SGIE) pertama kali diterbitkan pada tahun 2013, Laporan tersebut berfungsi sebagai pembaruan tahunan tentang ekonomi Islam, yang mencakup sektor makanan dan minuman halal, keuangan Islam dan gaya hidup.
Dalam edisi kedelapan tahun ini, dengan tema 'berkembang dalam ketidakpastian', laporan tersebut memperkirakan umat Islam menghabiskan 2,02 triliun dolar AS pada tahun 2019. Pengeluaran ini ditujukan untuk makanan halal, sandang, perjalanan ramah keluarga, obat-obatan halal, kosmetik halal, serta media dan rekreasi halal.
Angka tersebut mencerminkan pertumbuhan tahun-ke-tahun sebesar 3,2 persen. Pengeluaran pada tahun 2020 diperkirakan akan menyusut sekitar delapan persen, karena dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Meski demikian, pengeluaran di seluruh sektor ekonomi Islam ini, selain perjalanan yang ramah keluarga, diperkirakan akan pulih pada akhir 2021. SGIE juga memprediksi pengeluaran di sektor syariah ini mencapai 2,4 triliun dolar AS pada 2024.