Jumat 13 Nov 2020 16:22 WIB

Marak Praktik Bank Gelap, OJK Atur Transaksi Shadow Banking

Shadow banking yang semakin besar akan jadi jadi persoalan.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua OJK Wimboh Santoso. OJK berencana melakukan deteksi keberadaan transaksi perbankan bayangan atau shadow banking.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua OJK Wimboh Santoso. OJK berencana melakukan deteksi keberadaan transaksi perbankan bayangan atau shadow banking.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana melakukan deteksi keberadaan transaksi perbankan bayangan atau shadow banking. Hal ini dilakukan karena otoritas mulai menemukan produk bank yang dijual oleh lembaga nonbank.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, apabila praktik shadow banking semakin marak dan tidak bisa diawasi, hal itu dapat membuat masyarakat lebih memilih layanan nonbank daripada bank.

Baca Juga

"Kami mulai mewaspadai adanya praktik shadow banking, bank gelap yang menjual produk yang sebenarnya tidak dipasarkan perbankan," ujar Wimboh, Jumat (13/11).

Dari sisi layanan, Wimboh menjelaskan, sektor perbankan diawasi dengan ketat sedangkan lembaga keuangan nonbank pengawasannya tidak seketat bank.

"Kalau masih kecil oke, kalau semakin besar jadi isu. Kami dukung jika ada pembahasan ke depan peta jalan mengenai ini," ucapnya.

Shadow banking adalah aktivitas keuangan yang terjadi antara lembaga keuangan nonbank. Aktivitas itu tidak terikat oleh regulasi.

Menurut Wimboh, jenis transaksi ini harus terus dipantau. Sebab masyarakat lebih suka bertransaksi dengan lembaga keuangan nonbank ketimbang perbankan.

"Shadow banking seperti virtual bank, banyak pihak yang sudah mulai membahas mengenai keberadaan virtual banking semacam itu," ucapnya.

Mengenai roadmap digital, Wimboh mengakui hal itu telah menjadi diskusi kalangan masyarakat. Produk perbankan yang dipasarkan tanpa izin bank seperti virtual banking juga perlu diatur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement