REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--PT Len Industri (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) menandatangani MoU kerja sama tentang kajian potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lingkungan PT Angkasa Pura II. Penandatanganan dilakukan Direktur Utama Len Industri Zakky Gamal Yasin dan Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Rabu (4/11).
Penandatanganan kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentang pembentukan Tim Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Surya di BUMN dengan nomor surat SK-252/MBU/07/2020 pada Juli 2020 lalu.
Direktur Utama Len Industri Zakky Gamal Yasin mengatakan melalui kerjasama tersebut akan dilakukan kajian studi kelayakan atas potensi pembangunan sistem PLTS di seluruh bandar udara milik Angkasa Pura II di Indonesia. Sehingga sinergi BUMN dapat menciptakan kerja sama strategis yang saling menguntungkan dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki masing-masing BUMN.
Kata Zakky, Len sangat peduli terhadap pengembangan PLTS di Indonesia. Program percepatan juga bisa mengembangkan industri PLTS lebih ke hulu lagi yang sebenarnya sudah didukung dengan kekayaan alam atau bahan baku sel surya di Indonesia. "Kita akan siapkan 2 skema, yang pertama sistem yang bisa menghemat konsumsi listrik APII, yang ke dua Len akan menyewa sisa atapnya untuk pemasangan PLTS," ujar Zakky dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (5/11).
Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin berharap kajian potensi PLTS dapat segera selesai agar bisa dimasukkan dalam roadmap pengembangan renewable energy AP II.
"Harapan saya bisa selesai sebelum akhir tahun, sehingga rencana dalam RKAP memiliki acuan yang jelas. Asumsi saya bisa meminimalkan biaya operasi konsumsi listrik bisa mencapai 10 sampai 15 persen jika maksimal. Di sisi yang lain, kita bisa memanfaatkan penyewaan atap atau space area bandara yang bisa digunakan untuk pemasangan panel surya," ucap Awaluddin.
Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM Hariyanto mengatakan Kementerian ESDM ingin mendorong kerja sama ini bukan semata menjalankan keputusan SK No.252, namun jiga untuk mendorong penggunaan PLTS di lingkungan Angkasa Pura II.
Kementerian ESDM melalui Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energ (EBTKE), khususnya Direktorat Konservasi Energi diharapkan dapat mengawal kerjasama ini dan mensinergikan dengan Bandara Soetta, Kualanamu, dan Banyuwangi, khususnya Bandara Banyuwangi yang akan dijadikan bandara green and efficient airport.
"Melalui kerjasama ini diharapkan bisa diketahui berapa energi terbarukan yang perlu dipasang dan penggunaan optimalnya seperti apa. Kemudian, sebagai pelaksana pembangunannya adalah perusahaan patungan atau JV (joint venture) yang dibentuk oleh Len Industri, Pertamina, dan PLN," ucap Hariyanto.
Kolaborasi BUMN seperti ini bisa menjadi inisiator pemanfaatan PLTS yang lebih luas di Indonesia, sekaligus untuk mengejar target energi bauran 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional pada Perpres No.79 tahun 2014. BUMN bisa menjadi role model implementasi green energy di Indonesia dan membantu pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap BBM dan emisi gas rumah kaca. Dimana pemanfaatan PLTS di Indonesia masih rendah dengan kapasitas terpasang baru mencapai 152,44 MWp.
Potensi pemanfaatkan PLTS di seluruh lingkungan BUMN diperkirakan sebesar 1,4 Giga Watt peak (GWp) dengan biaya investasi kurang lebih Rp 15 triliun. Pemanfaatannya bisa diterapkan di jalan tol, bandara, SPBU, stasiun, pertambangan, pabrik, kantor, perkebunan, tambang dan sebagainya. Potensi tersebut terdiri atas jalan tol 81,7 MW, bandara 167 MW, SPBU 75 MW, stasiun 55,8 MW, tambang 131 MW, pabrik 28 MW, kantor 35,75 MW, perkebunan 400 MW, pelabuhan 192 MW, serta gudang 231,5 MW.