REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menaruh perhatian besar terhadap ketersediaan energi listrik bagi sektor industri. Sebab, listrik merupakan salah satu sumber energi utama bagi sektor industri dan termasuk faktor penentu daya saing industri dalam negeri.
”Sektor industri memerlukan listrik berkelanjutan, terjangkau, dan cukup. Hal tersebut akan mendukung industri dalam negeri menyediakan produk berkualitas dan berdaya saing," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan resmi yang diterima Kamis, (5/11).
Secara keseluruhan, industri manufaktur merupakan sektor pengguna energi terbesar kedua, setelah sektor transportasi yang hampir keseluruhannya menggunakan BBM. Sedangkan sektor industri menggunakan batu bara, listrik, gas, biomassa dan energi terbarukan lainya.
Konsumsi energi yang paling besar di sektor industri terdapat pada industri makanan, minuman dan tembakau dengan porsi 18,5 persen. Diikuti oleh industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (18,1 persen), industri semen dan barang galian bukan logam (17,2 persen), industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki (17 persen), serta industri logam dasar, besi, dan baja (9,7 persen).
"Dengan melihat kondisi ini, perencanaan penyediaan energi khususnya energi listrik harus selalu mengakomodasi perkembangan kebutuhan industri dan kawasan industri," ujar Agus.
Ketersediaan listrik, kata dia, juga sangat berpengaruh pada keberhasilan penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Ketersediaan listrik pun dapat mengembalikan ekspor naik 10 persen dari ekspor Ppoduk Domestik Bruto (PDB), meningkatkan produktivitas dua kali lipat terhadap peningkatan biaya produksi, serta meningkatkan dia persen pengeluaran riset dan pengembangan untuk membangun kemampuan inovasi lokal.