REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Barito Pacific Tbk (kode bursa BRPT) berhasil meraih pendapatan bersih konsolidasi sebesar 1,6 miliar dolar AS (setara Rp 23 triliun) pada periode sembilan bulan pertama 2020 (9M-2020). Tidak hanya itu dalam keterangan tertulis, Kamis (5/11), perseroan juga meraih EBITDA 386 juta dolar AS, serta keuntungan bersih 76 juta dolar AS.
BRPT juga mencatat keuntungan bersih yang dapat didistribusikan kepada perusahaan sebesar 11,3 juta dolar AS, dari yang sebelumnya mencatat rugi bersih 8,9 juta dolae AS pada 6m2020. Direktur Keuangan BRPT David Kosasih mengatakan, peningkatan kinerja didorong oleh rebound pertumbuhan industri petrokimia.
"Sehingga kinerja lini bisnis petrokimia BRPT terus menunjukkan tren positif pada kuartal ketiga dibandingkan dengan kuartal sebelumnya," ujar David. Selain itu, bisnis anak perusahaan di sektor energi juga terus memberikan kontribusi yang besar dan stabil pada perolehan pendapatan dan laba secara konsolidasi.
Di tengah pandemi Covid-19, anak usaha BRPT yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) telah menyelesaikan pabrik MTBE dan Butene-1 pertama di Indonesia tepat waktu. Pembangunannya sesuai anggaran dan memenuhi spesifikasi, meningkatkan total kapasitas produksi sebesar 128KTA untuk MTBE dan 43KTA untuk Butene-1.
"Pembangunan pabrik tersebut menjadikan kapasitas total produksi TPIA keseluruhan menjadi 4,2 MTA dan menandai keberhasilan pelaksanaan dan penyelesaian Integrasi TPIA 2015-2020," ujar David menjelaskan.
TPIA juga telah menyelesaikan pembangunan Enclosed Ground Flare baru yakni teknologi suar tanpa asap di komplek pabriknya di Cilegon dengan nilai investasi 14 juta dolar AS. Pembangunannya juga diselesaikan tepat waktu untuk mendukung komitmen kuat perseroan terhadap faktor lingkungan dan sosial.
David menambahkan, peningkatan kinerja Barito Pacific juga dibantu oleh performa anak usaha di sektor energi terbarukan, Star Energy (SE), yang terus memberikan stabilitas bagi kinerja perseroan. Untuk periode ini, peningkatan pendapatan bersih yang diraih SE mencapai 394 juta dolar AS atau tumbuh 4,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 378 juta dolar AS.
"Kami optimistis ke depan, kontribusi SE pada BRPT akan semakin besar seiring perkembangan bisnis SE di Indonesia," ujar dia.
Saat ini, Star Energy merupakan perusahaan pengelola panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas sebesar 875 megawatt (MW) dan berencana untuk menambah kapasitas sampai dengan 1.200 MW dalam 10 tahun mendatang.