REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka Nilai Tukar Petani (NTP) nasional kembali mengalami peningkatan. Tercatat pada bulan September ini, NTP mencapai 101,66 naik 0,99 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Tak hanya NTP, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga naik menjadi 101,74 atau naik 0,90 persen dibandingkan bulan sebelumnya. NTP dan NTUP digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan petani.
"Pergerakan NTUP dan NTP ini searah," kata Kepala BPS Suhariyanto, pada Kamis (1/10), dalam siaran persnya.
Suhariyanto mengatakan kenaikan NTP didukung oleh kenaikan NTP perkebunan rakyat. September ini, NTP perkebunan rakyat naik 2,67 persen menjadi 105,76 persen. “Kenaikan terjadi karena indeks yang diterima naik tinggi sejalan dengan kenaikan harga beberapa produk, seperti kelapa sawit, karet, kakao, kopi, dan tembakau,” sebutnya.
Selain perkebunan, NTP tanaman pangan juga meningkat sebanyak 0,9 persen. Tercatat NTP tanaman pangan mencapai 101,53 karena indeks harga yang diterima mengalami kenaikan cukup tinggi yakni 0,85 persen, sebaliknya indeks yang dibayar turun.
Kenaikan NTP tanaman pangan juga diikuti peningkatan harga gabah di tingkat petani. Harga gabah kering panen sebesar Rp 4.891 per kilogram (kg) atau mengalami kenaikan sebesar 1,53 persen secara month to month (mtm). "Kita bisa liat posisinya, harga gabah naik 1,53 persen. Ini berita menggembirakan,” ucap Suhariyanto.
Stok beras 2020 aman
Pada kesempatan berbeda, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri menyebutkan peningkatan NTP dan NTUP merupakan kerja keras para petani.
“Menteri Pertanian mengarahkan kawan-kawan di lapangan untuk mengawal petani dalam melakukan percepatan tanam sejak Mei kemarin. Kerja keras petani dalam melakukan percepatan tanam tersebut bisa dirasakan saat ini. Di banyak wilayah sekarang sudah mulai masuk panen,” ungkap Kuntoro.
Gerakan percepatan tanam padi yang digawangi oleh Kementan ini merespon arahan Presiden Joko Widodo dalam mengantisipasi krisis pangan. Food and Agriculture Organization (FAO) di awal pandemi memang sempat mengingatkan potensi krisis pangan. Tapi Kuntoro menyebutkan dengan gerakan percepatan tanam dan sejumlah strategi lainnya, stok beras tahun ini diperkirakan dalam kondisi aman.
Pada masa tanam pertama, yakni pada Januari hingga Juni 2020, gabah hasil produksi yang dihasilkan oleh lahan seluas 5,8 juta hektare tercatat sebanyak 29,02 juta ton. Adapun beras yang dihasilkan dari gabah itu mencapai 16,65 juta ton. Sementara pada periode Juli hingga Desember 2020, produksi beras yang dihasilkan petani sebesar 12,5-15 juta ton. “Berdasarkan perhitungan di atas, stok beras kita aman,” terang Kuntoro.