REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, pemerintah masih mengkaji beberapa program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah masuk dalam daftar usulan. Meski sulit untuk direalisasikan tahun ini, pelaksanaan beberapa stimulus kemungkinan dapat dilakukan tahun depan.
Beberapa insentif yang disebutkan Febrio mungkin terlaksana adalah terkait perumahan. Yaitu, rencana pembebasan pembayaran angsuran pokok dan bunga, untuk KPR maksimal Rp 500 juta dan pembebasan Pajak Penghasilan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana dari lima persen menjadi satu persen.
"Ada beberapa usulan yang tidak harus (dilaksanakan) 2020, bisa 2021. Beberapa yang kita lihat sekarang adalah rumah," ucap Febrio dalam konferensi pers virtual, Jumat (25/9).
Sampai saat ini, pemerintah belum menentukan skema spesifik yang akan digunakan untuk dua jenis bantuan itu. Tapi menurut Febrio, stimulus KPR dan BPHTB sangat dibutuhkan masyarakat. Khususnya mereka yang memiliki pendapatan rendah.
Selain membantu untuk masyarakat mendapatkan rumah, Febrio mengatakan, stimulus ini memiliki banyak efek pengganda. Misalnya saja dalam penciptaan lapangan kerja, mengingat sektor konstruksi akan membutuhkan banyak orang untuk membangun rumah.
Stimulus ini juga berpotensi mendorong pertumbuhan investasi. Febrio mencatat, sebanyak 75 persen dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang masuk ke Indonesia adalah terkait bangunan. "Kalau kita dorong pembangunan rumah, kita juga akan dorong investasi dan mempekerjakan banyak orang," ucapnya.
Hanya saja, realisasi stimulus KPR dan BPHTB kemungkinan tidak dapat direalisasikan tahun ini. Pemerintah ingin fokus pada pelaksanaan program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) eksisting terlebih dahulu. Mulai dari perlindungan sosial hingga insentif kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Beberapa program PEN terbaru yang kini juga menjadi prioritas adalah bantuan Presiden produktif untuk UMKM. Selain itu, subsidi upah untuk pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
Banyaknya stimulus dan bantuan sosial yang diberikan itu 'menguras' kas negara. Febrio mengatakan, pemerintah harus memperhatikan kondisi keuangan negara tahun ini yang diperkirakan akan mencapai defisit 6,34 persen atau Rp 1.039,2 triliun.
"Kita tidak mau jor-joran, sembarangan. Harus hati-hati mengelola keuangan, terutama jangan sampai keseimbangan makro terganggu," kata Febrio.