Kamis 17 Sep 2020 17:12 WIB

PDB Pertanian Diproyeksi Menurun, Ketahanan Pangan Melemah

Pada kuartal II, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB naik 13 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengatakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian diperkirakan menurun pada kuartal ketiga dan keempat.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengatakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian diperkirakan menurun pada kuartal ketiga dan keempat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengatakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian diperkirakan menurun pada kuartal ketiga dan keempat. Hal itu diyakini akan berimbas pada melemahnya indeks ketahanan pangan Indonesia.

"Bisa saya pastikan pertumbuhannya akan relatif menurun cukup tajam di kuartal ketiga dan kuartal keempat turun lagi. Jadi akan turun terus," kata Andreas dalam Webinar Pusat Kajian Pangan Pertanian dan Advokasi, Kamis (17/9).

Baca Juga

Sebelumnya, pada kuartal II 2020, sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mengalami kenaikan di tengah terjadinya kontraksi perekonomian pada kuartal kedua 2020.  

Pada kuartal tersebut, sumbangan sektor pertanian terhadap total PDB sebesar 15,46 persen. Angka itu, meningkat dibanding kuartal I 2020 yang sebesar 12,84 persen maupun dibanding kuartal II tahun 2019 sebesar 13,57 persen.

Andreas menjelaskan, kenaikan itu dikarenakan pada kuartal kedua terjadi panen raya padi. Di mana, pada bulan April masuk dalam puncak panen raya yang terus berlanjut hingga Juni. Namun memasuki kuartal selanjutnya di mana tidak terjadi panen raya, PDB pertanian bisa kembali menurun.

Menurut dia, hal itu wajar karena pola tersebut sudah menjadi tren setiap tahunnya. "Memang seperti itu polanya. Jadi nilai absolut indeks ketahanan pangan akan lebih rendah dari 2019. Tahun lalu nilainya 62,6. Tahun ini mungkin mendekati angka 50an," kata Andreas.

Dirinya juga menyebut, produksi beras tahun 2020 diperkirakan lebih rendah 2 juta ton dari tahun lalu. Pemerintah diminta secara cermat memperhitungkan kecukupan beras nasional demi mengantisipasi masalah pasokan.

"Pada situasi perberasan, kalau berdasarkan produksi riil Januari-Juli yang sudah diketahui produksinya turun 1,5 juta ton dibanding periode sama 2019," katanya menambahkan.

Lebih lanjut, ia menuturkan, hingga akhir tahun, dari hasil pengamatan perkiraan, produksi beras pada paruh kedua tahun 2020 akan naik 500 ribu ton dari periode sama tahun lalu. Dengan begitu, potensi produksi beras tahun 2020 lebih rendah 1 juta dari tahun 2019.

Jika ditambah dengan posisi stok Bulog yang saat ini hanya 1,4 juta ton, turun dari posisi sama tahun lalu 2,1 juta ton serta stok beras awal tahun yang juga menurun, Andreas mengatakan secara total produksi beras menurun 2 juta ton.

Anggota Komisi IV, Mindo Sianipar, mengatakan, hingga saat ini belum diketahui sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Hal itu membuat banyak masyarakat yang bekerja di kota-kota besar akan pulang kembali ke desa masing-masing karena terkena pemutusan hubungan kerja.

Hal itu, seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah. Soal kesanggupan desa menanggung ledakan penduduk akibat berkurangnya lapangan pekerjaan di perkotaan. Mindo pun meminta agar pemerintah menyiapkan program yang mampu memperkuat ketahanan ekonomi desa selama pandemi.

"Kondisi pandemi seperti ini jangan dilihat seperti musibah banjir yang direspons dengan bantuan berton-ton. Harus ada program yang bisa memanfaatkan BUMDes misalnya, atau perusahaan-perusahaan kecil di desa yang digerakkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement