REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah wacana pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ramai dibicarakan, saat ini dikejutkan rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang ditujukan untuk menata dan memperkuat sektor keuangan (reformasi sektor keuangan).
“Kalau dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK. Dimana sebagian dari fungsi OJK yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke Bank Indonesia (BI),” kata Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah kepada wartawan, Kamis (3/9).
Menurutnya dalam rencana reformasi sektor keuangan ini pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia. Pemerintah menyatakan reformasi sektor keuangan akan memperkuat stabilitas sistem keuangan menghadapi tekanan akibat pandemi Covid-19.
Dikatakan Piter, saat ini tidak ada urgensi pemerintah melakukan reformasi sektor keuangan. Perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah di ambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK.
Oleh karena itu, kata Piter, reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandeminya sendiri masih berlangsung. Menurut Piter, justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi Covid-19,
“Saat ini permasalahan terbesar yang kita hadapi adalah pandemi dengan semua dampaknya. Pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadinya pandemi,” ujar Piter.
Piter menyampaikan, pemerintah perlu melakukan sinergi dengan BI, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Piter optimistis Indonesia bisa melalui masa-masa sulit di tengah pandemi apabila pemerintah dan semua otoritas kompak bekerja sama, bahu membahu memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha.
“Jangan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan yang tidak perlu, yang hanya menghabiskan energi secara tidak produktif,” kata Piter.
Piter mengakui, banyak kelemahan di sektor keuangan Tanah Air. Ditegaskannya, memperbaiki sektor keuangan membutuhkan waktu dan konsentrasi. Reformasi sektor keuangan, menurut Piter, adalah gagasan yang baik, tetapi harus direncanakan secara matang.
“Tidak terburu-buru. Dengan perencanaan matang, maka kita akan memiliki argumentasi yang kuat apa yang harus diperbaiki, tujuannya apa, dan solusinya bagaimana,” kata Piter.
Piter menyarakan, reformasi sektor keuangan hendaknya melibatkan banyak pihak. Pemerintah jangan mengulang penyusunan RUU Omnibus Law yang karena dikerjakan secara terburu-buru, tidak melibatkan banyak pihak, akhirnya memunculkan kegaduhan semata.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengaku belum bisa berkomentar banyak soal rencana ini. Sebab, rencana pengembalian wewenang dari OJK ke BI masih dalam tahap pembahasan awal berupa pemberian usulan dari Perwakilan Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Untuk informasi, pada 31 Desember 2013, OJK secara resmi mengawasi kinerja seluruh bank yang ada di Indonesia, mengambil alih tugas perbankan yang selama ini dilakukan BI.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK. Pengaturan dan pengawasan bank dilakukan OJK.
Saat ini, BI sejatinya masih mengawasi bank, namun hanya untuk sektor sistem pembayaran. Sedangkan fungsi penjaminan simpanan nasabah berada tangan LPS sejak 2005.