REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pergerakan harga konsumen akan mengalami inflasi pada awal kuartal IV 2020. Menurut BI, kenaikan harga akan berlanjut menyusul momentum konsumsi tinggi menjelang liburan keagamaan pada Desember 2020 dan Tahun Baru 2021.
“Kita lihat dari (survei) pedagang pasar atau eceran. Jadi harga itu mulai naik di Oktober, November, hingga 2021, karena musim hujan dan ada faktor suplai,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (2/9).
Adapun Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia pada dua bulan terakhir selalu tercatat deflasi yakni sebesar 0,05 persen pada Agustus 2020 dan 0,10 persen pada Juli 2020. Deflasi beruntun tersebut dikhawatirkan mencerminkan menurunnya permintaan dan daya beli masyarakat.
Menurut Dody, deflasi beruntun pada Agustus dan Juli 2020 bukan semata-mata hanya karena permintaan lemah, namun juga diakibatkan dari produksi dan distribusi barang yang berjalan cukup baik.
Ke depannya, Dody juga menjelaskan dampak inflasi karena pembelian oleh Bank Indonesia ke surat berharga pemerintah belum akan terasa pada tahun ini, melainkan pada 2021. Dampak skema berbagi beban antara pemerintah dan Bank Indonesia atau burden sharing itu diklaim Dody tidak akan mengerek naik signifikan inflasi ke atas sasaran Bank Sentral.
“Tentu kondisi sekarang inflasi tetap rendah, tentunya BI merasa tidak perlu menerapkan kebijakan ketat untuk mengelola likuiditas," ujarnya.
Pada 2021 sasaran inflasi Bank Indonesia adalah 2-4 persen atau tiga persen plus minus satu persen. Sedangkan untuk keseluruhan tahun ini, Bank Indonesia memprediksi inflasi bisa di bawah rentang sasaran inflasi sebesar 2-4 persen.