REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti ketahanan pangan nasional setelah terjadi pandemi Covid-19. Ma'ruf mengatakan, sebagaimana peringatan Badan Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO, salah satu dampak pandemi Covid-19 yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya kelangkaan dan krisis pangan dunia.
Indonesia sendiri, masalah ketahanan pangan menjadi masalah dalan negeri, bahkan sebelum terjadi pandemi Covid-19. Karena itu, pandemi Covid-19 akan makin memberi dampak pada ketahanan pangan nasional, terutama beras.
"Produksi beras kita diperkirakan akan lebih kecil dibandingkan dengan produksi beras pada tahun 2018 dan 2019, walaupun masih akan menyisakan sedikit surplus pada akhir tahun 2020," ujar Ma'ruf saat membuka Simposium Nasional Kesehatan, Ketahanan Pangan dan kemiskinan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-64 Universitas Hasanuddin, Selasa (1/9).
Ia mengatakan, ini terjadi karena berubahnya fungsi lahan sawah yang berdampak luas mula ancaman terhadap ketahanan pangan, kemiskinan petani dan kerusakan ekologi di pedesaan. Ia memaparkan, data Kementerian ATR/BPN mengenai luas lahan baku sawah yang menurun dari 7,75 juta hektar pada tahun 2013 menjadi 7,46 juta hektar pada tahun 2019.
Begitu juga, luas panen menurut perhitungan BPS, menurun dari 11,38 juta hektare menjadi 10,68 juta hektare pada tahun 2019. Jumlah ini, diperkirakan akan menurun lagi menjadi 10,48 juta hektare pada tahun 2020 dengan rata-rata sawah hanya ditanami sebanyak 1,4 kali.
"Menurut perkiraan BMKG, tahun ini terjadi musim kemarau yang lebih kering mulai Juni 2020 dimana terdapat 30 persen wilayah pertanian yang akan mengalami kemarau lebih kering," ungkapnya.
Karena itu, hal ini menjadi perhatian khusus Pemerintah agar kebutuhan beras tercukupi hingga awal tahun 2021, yang belum memasuki musim panen. Pemerintah melakukan berbagai upaya dengan intensifikasi, diversifikasi, penguatan Cadangan Beras Pemeritah Daerah (CBPD), serta membangun Lumbung Pangan Masyarakat (LPM).
Ia menjelaskan, intensifikasi pertanian dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang telah ada, melalui program Panca Usaha Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program Sapta Usaha Tani.
Sedangkan, Panca Usaha Tani kata Ma'ruf pmeliputi pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan pengairan atau irigasi yang baik. Sementara, Sapta Usaha Tani meliputi Pengolahan tanah yang baik, mekanisasi dan pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pengolahan pasca panen dan pemasaran.
Sedangkan, untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras, Ma'ruf mendorong adanya kampanye diversifikasi atau penganekaragaman pangan. Ma'ruf mengatakan, pemenuhan pangan tidak selalu beras, namun masih banyak komoditas lain di setiap daerah.
"Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan biodiversitas agraris. Saat ini terdapat sekitar 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan yang tersebar di tanah air," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan penambahan luas lahan sawah, melalui pengembangan pangan skala luas (food estate). Kebijakan ini, kata Ma'ruf, bagian langkah menciptakan ketahanan pangan untuk jangka menengah dan panjang.
Ia pun berharap kalangan akademis ikut berpartisipasi aktif dengan melakukan pengawalan agar berjalan sesuai harapan. Di sisi lain, Ma'ruf memastikan Pemerintah secara konsisten akan menjaga kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian khususnya pangan.
"Dengan berbagai langkah tersebut diharapkan kita dapat menjaga pertumbuhan positif di sektor pertanian secara berkelanjutan," ungkapnya.