REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kredit bermasalah (NPL) perbankan Tanah Air yang secara bertahap naik hingga Juli 2020 mencapai 3,22 persen. Kenaikan NPL ini dinilai OJK masih dalam batas wajar karena belum melewati ambang batas 5 persen.
“NPL naik di situasi ini tidak bisa kami hindari, jadi pertanyaan besar jika NPL tidak naik, kenyataan di lapangan banyak pengusaha berhenti sementara,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis (27/8).
Wimboh memaparkan kredit bermasalah secara bertahap naik sejak Maret 2020 mencapai 2,77 persen kemudian April naik menjadi 2,89 persen, Mei sebesar 3,01 persen, Juni mencapai 3,11 persen dan Juli mencapai 3,22 persen.
Menurut dia, apabila NPL melewati 5 persen maka bank tersebut akan masuk pengawasan intensif dari OJK.
Regulator ini telah mengambil sejumlah kebijakan salah satunya restrukturisasi kredit kepada debitur terdampak Covid-19 melalui POJK 11 tahun 2020. Meski begitu, capaian NPL net atau kredit macet Juli 2020 mencapai 1,12 persen atau turun dari Juni 2020 mencapai 1,13 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana menambahkan meski turun tipis, NPL net perbankan hingga Juli 2020 itu mengalami perbaikan dan perbankan masih tetap melakukan tata kelola yang prudent atau prinsip hati-hati.
“Artinya di tengah pandemi ini mereka (perbankan) harus restrukturisasi, sebetulnya aturannya mereka tidak membentuk cadangan dulu tapi mereka tetap hati-hati dengan membentuk cadangan tercermin dari NPL net yang menurun,” katanya.
OJK mencatat realisasi kredit per Juli 2020 mulai menggeliat dengan penyaluran mencapai Rp5.536,17 triliun atau naik 1,53 persen jika dibandingkan periode sama 2019.