Senin 24 Aug 2020 10:00 WIB

Rusia Ingin Kerja Sama Teknologi 5G dengan China

Rusia tak mau ikut saran AS agar tak bekerja sama dengan Huawei.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Lavrov mengungkapkan negaranya tertarik bekerja sama dengan China di bidang teknologi 5G.
Foto: AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Lavrov mengungkapkan negaranya tertarik bekerja sama dengan China di bidang teknologi 5G.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengungkapkan negaranya tertarik bekerja sama dengan China di bidang teknologi jaringan seluler generasi kelima atau 5G. Dia mengaku enggan mengikuti langkah Amerika Serikat (AS).

"Kami pasti tidak akan mengikuti contoh orang Amerika, yang hanya menuntut agar semua orang tidak bekerja sama teknologi 5G dengan China, khususnya dengan Huawei," kata Lavrov saat berbicara di All-Russian Youth Educational Forum, dilaporkan kantor berita Rusia, TASS, pada Ahad (23/8).

Baca Juga

Sebaliknya, lanjut Lavrov, Rusi tertarik untuk berinteraksi dengan China agar bisa bersama-sama menciptakan teknologi modern. Kemudian menerapkannya ke dalam kehidupan praktis.

Menurut Lavrov, baik bagi Rusia maupun negara lain di seluruh dunia, 5G adalah topik yang sangat penting. Dia mengatakan kementerian dan departemen terkait secara aktif terlibat dalam distribusi teknologi ini di Rusia.

AS diketahui telah menekan sejumlah negara agar tak mengizinkan perusahaan telekomunikasi asal China Huawei membangun infrastruktur 5G di wilayah mereka. Washington menuding Huawei melakukan kegiatan spionase untuk Pemerintah China. Polandia, Inggris, dan Jerman adalah tiga negara Eropa yang kemudian mempertimbangkan untuk memperketat, bahkan melarang penggunaan produk serta teknologi hasil pengembangan Huawei.

Meskipun menghadapi tekanan dari AS, Huawei adalah aktor utama dalam pengembangan dan penjualan teknologi 5G. Pada Desember tahun lalu Huawei telah meminta Pengadilan Banding AS membatalkan keputusan yang mengategorikannya sebagai ancaman keamanan nasional.

"Pemerintah AS tidak pernah memberikan bukti nyata untuk menunjukkan Huawei adalah ancaman keamanan nasional. Hal itu karena buktinya ini tidak ada," ujar kepala pejabat hukum Huawei Song Liuping saat berbicara pada sebuah konferensi pers di Shenzen, China, pada 5 Desember 2019, dikutip BBC.

Itu merupakan langkah hukum kedua yang ditempuh Huawei. Pada Mei 2019, perusahaan tersebut telah menggugat keputusan yang melarang badan-badan pemerintah dan perusahaan AS membeli peralatan mereka. Alasannya karena Huawei dituding melakukan kegiatan spionase untuk Pemerintah China.

Hal itu diketahui menyebabkan bisnis Huawei terguncang. Mereka tak dapat lagi menjalin kerja sama dengan Google. Padahal selama ini semua produk ponsel pintar miliknya menggunakan sistem operasi yang dikembangkan dan disediakan Google. Kendati demikian, Huawei sesumbar akan membangun sistem operasinya sendiri.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement