REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adira Finance mengalami penurunan kinerja karena terimbas pandemi Covid-19. Di sepanjang semester I 2020, total pembiayaan baru Adira Finance turun sebesar 47 persen secara year-on-year (yoy) menjadi Rp 10,1 triliun.
Presiden Direktur Adira Finance, Hafid Hadeli, mengatakan penurunan kinerja pembiayaan ini sejalan dengan penurunan pada industri otomotif. "Hal ini disebabkan lesunya daya beli masyarakat, dan penerapan PSBB dimana sebagian besar aktivitas ekonomi diberhentikan sehingga berdampak pada pada pembiayaan mobil dan motor," kaya Hafid dalam keterangan pers, Selasa (4/8).
Total penjualan segmen sepeda motor dan mobil masing-masing mengalami penurunan menjadi Rp 4,7 triliun dan Rp 3,6 triliun di paruh pertama tahun 2020. Sementara, penjualan di segmen non-automotive tercatat sebesar Rp 1,8 triliun.
Segmen pembiayaan baru pada sepeda motor baru di Semester I 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen yoy menjadi Rp 3,8 triliun. Honda masih berkontribusi terbesar dengan komposisi sebesar 65 persen dari total pembiayaan sepeda motor baru, dikuti oleh Yamaha 29 persen dan Kawasaki 4 persen.
Selain itu, Pembiayaan mobil baru di Semester I 2020 sebesar Rp 2,2 triliun, turun 51 persen yoy dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Segmen mobil baru komersial tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen menjadi Rp 1,1 triliun, sementara segmen mobil baru penumpang turun 53 persen yoy menjadi Rp 1,1 triliun.
Sejak April 2020, Adira Finance juga telah memberikan bantuan kepada konsumen yang secara langsung terkena dampak pandemic Covid-19 dalam bentuk restrukturisasi kredit. Hingga 30 Juni 2020, jumlah konsumen yang telah melakukan restrukturisasi sebesar 745 ribu kontrak atau sekitar Rp 17,4 triliun.
Dari sisi keuangan, Perusahaan membukukan pendapatan bunga Rp 5,8 triliun, relatif flat atau sedikit turun sebesar 1 persen yoy. Adapun beban bunga turun 2 persen yoy menjadi Rp 2,3 triliun. Pendapatan bunga bersih relatif flat menjadi Rp 3,6 triliun, menghasilkan margin bunga bersih sebesar 13,5 persen.
Sementara itu, beban operasional tercatat tumbuh tipis sebesar 1 persen yoy menjadi Rp 3,9 triliun di Semester I 2020. Biaya kredit meningkat sebesar 22 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Restrukturisasi juga telah menimbulkan kerugian Rp 298 miliar sehingga membawa laba bersih menjadi Rp 597 miliar, turun sebesar 37 persen yoy.
Per posisi 30 Juni 2020, NPL mengalami kenaikan berada pada level 3,1 persen dibandingkan dengan tahun lalu, namun masih dalam batas yang terkendali. Kenaikan ini terjadi dikarenakan dampak dari pandemic Covid-19 pada kuartal II-2020. "Manajemen akan lebih berhati-hati dan selektif dalam penyaluran pembiayaan baru terutama pada sektor yang terdampak Covid-19," tutup Hafid.