REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak di pasar global naik pada akhir perdagangan Rabu (29/7) atau Kamis (30/7) pagi WIB. Kenaikan dipicu penurunan tajam dalam persediaan minyak mentah AS.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September, ditutup pada 43,75 per barel, naik 53 sen atau 1,2 persen. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan September naik 23 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 41,27 dolar AS per barel.
Persediaan minyak mentah AS turun 10,6 juta barel selama pekan yang berakhir 24 Juli, menjadi 526 juta barel, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan, penurunan terbesar sejak Desember. Impor minyak mentah bersih AS juga berkurang satu juta barel per hari menjadi 1,9 juta barel per hari, kata EIA.
Penurunan stok minyak mentah kemungkinan merupakan akibat dari pemotongan pasokan, yang disetujui pada April oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, akhirnya direalisasikan.
"Harapannya adalah bahwa pemotongan OPEC akan menyebabkan penarikan yang lebih besar di Amerika Serikat dan ini bisa menjadi awal dari itu," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Harga minyak juga mendapat dorongan dari dolar AS yang lemah karena biasanya ada korelasi terbalik antara nilai tukar asing dolar AS dan harga minyak. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,23 persen menjadi 93,4759 pada akhir perdagangan Rabu (29/7).
Namun, para pedagang terus mengkhawatirkan prospek permintaan energi di tengah melonjaknya kasus virus corona AS. Sejumlah rekor infeksi baru virus corona dilaporkan secara global.
Kasus kematian akibat virus corona di AS menjadi yang paling tertinggi di dunia. "Virus ini menyebar seperti kebakaran di seluruh Amerika sementara Eropa dan Asia menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan dari lonjakan kedua dalam kasus," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Enam negara bagian AS melaporkan rekor satu hari untuk kematian akibat virus korona dan kasus Texas melewati angka 400 ribu.
Upaya untuk memberikan pertolongan di tengah wabah itu kacau balau setelah Partai Republik AS pada Selasa (28/7) tidak setuju atas rencana mereka sendiri untuk menyediakan satu triliun dolar bantuan baru virus corona. Federal Reserve AS berjanji untuk terus membantu menopang perekonomian, memberikan dukungan pada minyak.