REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan Indonesia akan masuk laju resesi cukup dalam. Pada kuartal II 2020, diprediksi pertumbuhan ekonomi nasional mencapai minus 4 persen.
"Kemudian pada kuartal tiga, diperkirakan pertumbuhan ekonomi minus 1,3 persen. Bahkan bisa lebih parah, dengan asumsi realisasi program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) masih di bawah 30 persen," ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam webinar pada Selasa (28/7).
Sebelumnya pemerintah mengumumkan, penyerapan dana PEN hingga 22 Juli 2020 sebesar Rp 135 triliun. Dengan begitu, baru sekitar 19 persen dari total anggaran PEN yang sebesar Rp 695 triliun.
"Penyerapan itu masih jauh dari harapan. Ini berat pada kuartal tiga dan kuartal empat," kata Tauhid.
Realisasi anggaran PEN, kata dia, harus segera. Sebab perekonomian nasional sangat bergantung pada program tersebut.
Terkait program PEN, menurutnya, pendorongan permintaan atau demand melalui jaring pengaman sosial masih rendah. Padahal perlindungan sosial atau membentuk demand penting dilakukan demi mencegah resesi.
"Kalau demand tidak terbentuk dari bansos (bantuan sosial) yang lain juga nggak gerak. Ini akan jadi problem," tegasnya.
Bila dilihat, lanjut dia, Indonesia memiliki siklus pertumbuhan ekonomi pada setiap kuartal. "Jadi sebenarnya pemulihan ekonomi terjadi pada kuartal II yang akan berakhir pada Juli, kuartal I dan kuartal II itu Puncak pertumbuhan ekonomi kota. Jika pertumbuhan pada dua kuartal itu minus, maka kuartal ketiga dan keempat pun akan turun, maka seharusnya program PEN bisa jor-joran dan besar-besar," tutur Tauhid.