REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri makanan dan minuman (mamin) serta industri logam dasar masih memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor pada sektor manufaktur. Masing-masing menyumbang sebesar 13,73 miliar dolar AS dan 10,87 miliar dolar AS, sepanjang semester I 2020.
Kedua sektor unggulan tersebut mampu menunjukkan geliatnya menembus pasar internasional di tengah pandemi Covid-19. “Industri mamin merupakan salah satu sektor yang memiliki demand tinggi ketika pandemi Covid-19. Sebab, masyarakat perlu mengonsumsi asupan bergizi demi meningkatkan imunitas tubuhnya dalam upaya menjaga kesehatan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui siaran pers yang diterima pada Jumat (24/7).
Menperin mengungkapkan, industri mamin juga sebagai sektor usaha yang mendominasi di Tanah Air, terutama Industri Kecil Menengah (IKM). Ini menjadi tumpuan bagi berputarnya roda ekonomi nasional.
“Sesuai aspirasi pada peta jalan Making Indonesia 4.0, kami menargetkan industri mamin akan mampu merajai di wilayah Asia Tenggara,” katanya.
Agus menyebutkan, sudah banyak produk mamin produksi Indonesia digemari konsumen mancanegara. “Misalnya, mi instan kita yang sangat diminati oleh negara-negara di Afrika,” tutur dia.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga terus mendorong perluasan pasar dan diversifikasi produk mamin berorientasi ekspor.
Sementara, kinerja gemilang yang dicatatkan oleh industri logam dasar merupakan bukti berjalannya kebijakan hilirisasi di sektor tersebut. “Artinya dengan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam kita, hasilnya yakni penerimaan devisa dari ekspor. Selain itu, multiplier effect lainnya, aktivitas industri dapat menyerap tenaga kerja,” ujar dia.
Apalagi, lanjutnya, industri logam dikategorikan sebagai mother of industry karena produk logam dasar merupakan bahan baku utama yang menunjang kegiatan produksi di sektor lain seperti industri otomotif, maritim, elektronik, dan sebagainya. Kontribusi ini membuat industri logam dasar dinilai berperan menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional.
“Kami sedang mendorong industri logam siap memasuki era industri 4.0 dengan menerapkan teknologi digital. Tujuannya agar bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas secara lebih efisien," ujar Agus.
Jadi, kata dia, industri 4.0 bukan untuk mengurangi tenaga kerja, tetapi memacu nilai tambah manusi. Selain itu, industri logam dasar punya orientasi pasar ekspor yang potensial sehingga produknya perlu didorong go international.
Adapun sektor-sektor yang mengalami kenaikan ekspor secara signfikan pada semester I 2020 dibanding periode sama tahun sebelumnya, antara lain industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya yang naik sebesar 16,6 persen dengan nilai ekspor mencapai 578,3 juta dolar AS. Berikutnya, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional naik 15,2 persen dengan nilai ekspor 317 juta dolar AS, serta industri pencetakan dan reproduksi media rekaman naik 15 persen dengan nilai ekspor 15,92 juta dolar AS
Selanjutnya, industri furnitur naik 12,8 persen dengan nilai ekspor 1 miliar dolar AS. Indonesia kini berada di peringkat ke-8 negara pengekspor furnitur terbesar ke Amerika Serikat. Total nilai pengapalan produk furnitur Indonesia ke AS pada 2019 tercatat sebesar 1,04 miliar dolar AS atau naik 29,1 persen dibanding 2018 yang mencapai 808,77 juta dolar AS.