REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank syariah perlu mewaspadai beberapa hal di tengah pandemi Covid-19. Asisten Gubernur Bank Indonesia bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial, Juda Agung menyampaikan kinerja perbankan syariah melandai dalam beberapa waktu terakhir.
"Kinerjanya kok akhir-akhir ini sedikit rendah, kualitas pembiayaan lebih tinggi dari konvensional, jumlah pembiayaan yang direstrukturisasi juga lebih tinggi," katanya dalam Webinar Series Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Kamis (23/7).
Jumlah pembiayaan yang direstrukturisasi di bank syariah lebih tinggi dibanding konvensional. Dari total sekitar Rp 800 triliun, bank konvensional merestrukturisasi sekitar 15 persen dari outstanding kredit industri. Sementara bank syariah jumlahnya 25 persen dari total outstanding pembiayaan di industri perbankan syariah.
Likuiditas juga menurun dari sebelumnya posisi alat likuid per Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 26 persen menjadi 20 persen. Namun demikian, Juda Agung mengatakan sistem keuangan secara makro agregat tidak ada masalah secara umum.
"Masalahnya ada di mikro, individu bank yang memang dari sebelum ada Covid-19 sudah punya masalah, ini kita harus dikelola dengan baik agar sistem stabilitas sistem keuangan bisa tetap kita jaga," katanya.
Untuk mengantisipasi potensi masalah di sisi mikro ini, Bank Indonesia berupaya melalui penyempurnaan regulasi. Seperti kebijakan untuk Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PJLP) dan Pinjaman Likuiditas Khusus (PLK) terbaru.