Selasa 21 Jul 2020 15:55 WIB

Kemendag Minta Eksportir Optimistis Sasar Pasar Jepang

Jepang menjadi pusat dan tempat transit produk-produk pangan ke berbagai negara.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pedagang melakukan bongkar muat buah nanas di Palu, Sulawesi Tengah (ilustrasi). Kementerian Perdagangan terus mendorong agar pelaku eksportir khususnya di sektor pertanian untuk tetap optimistis di tengah pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Pedagang melakukan bongkar muat buah nanas di Palu, Sulawesi Tengah (ilustrasi). Kementerian Perdagangan terus mendorong agar pelaku eksportir khususnya di sektor pertanian untuk tetap optimistis di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan terus mendorong agar pelaku eksportir khususnya di sektor pertanian untuk tetap optimistis di tengah pandemi Covid-19. Eksportir dinilai harus bergerak cepat dan mengakselerasi bisnis dengan cepat untuk bisa membaca tren baru pasar di luar negeri.

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kemendag, Sulistyawati, mengatakan, pihaknya mendapatkan mandat dari Presiden Joko Widodo untuk menjaga neraca perdagangan. Dengan mendorong peningkatan ekspor dan mengendalikan impor secara selektif.

Baca Juga

"Kita sadari dunia terus berubah apalagi ada pandemi. Namun, kita harus optimistis melihat peluang," kata Sulistyawati dalam Japan-Indonesia Market Access Workshop yang digelar secara virtual, Selasa (21/7).

Sulistyawati secara khusus menekankan potensi pasar ekspor produk hortikultura ke Jepang. Ia menggaris bawahi, dua komoditas yakni pisang dan nanas sudah mendapatkan fasilitas bea masuk nol persen karena ada perjanjian dagang antar negara. Fasilitas itu tentunya harus dimanfaatkan pelaku usaha.

"Dalam ekspor ada yang diatur dan diawasi dan ada yang bebas bea. Selama tidak dilarang, ekspotir bisa sebesar-besarnya melakukan ekspor," kata dia.

Ia menyampaikan, sejak 2018 Indonesia menghadapi defisit neraca perdagangan. Namun pada 2019, defisit telah mengecil dari 8,7 miliar dolar As menjadi hanya 3,6 miliar dolar AS. Adapun, neraca Indonesia-Jepang dalam lima tahun terakhir (2015-2019) tetap surplus.

Hanya saja, data menunjukkan tren surplus terus mengalami penurunan, dari 4,7 miliar dolar AS menjadi tinggal 341,43 juta dolar AS. "Kita harus bergerak cepat agar dapat mengakselerasi dan menguasai pasar. Kami harap semua menggali informasi seluas-luasnya untuk bisa memasuki pasar hortikultura di Jepang," kata Sulistyawati.

Atase Perdagangan KBRI Tokyo, Jepang, Arief Wibisono, menambahkan, standardisasi produk di Jepang memang tinggi dan rumit. Namun perlu dicermati Jepang juga menjadi pusat dan tempat transit produk-produk pangan ke berbagai negara.

Ia mengatakan, upaya yang bisa dilakukan KBRI yakni dengan terus melakukan diplomasi dagang agar ada peluang yang bisa ditumbuhkan. Di satu sisi, KBRI ikut menyelesaikan hambatan-hambatan dagang antar kedua negara secara teknis agar perdagangan dapat berjalan lancar.

"Intinya jangan sampai merugikan ekspotir dan importir. Perlu diperhatikan syarat untuk bisa bertransaksi," kata Arif.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement