REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh-oleh haji dan umrah termasuk industri yang terdampak fatal pandemi Covid-19. Kegiatan umrah terhenti total begitu pula dengan keberangkatan haji, sehingga pendapatan toko oleh-oleh tergerus tajam.
Pemilik Toko Nabawi, Ade Fyrman menyampaikan, bisnisnya secara keseluruhan mengalami penurunan setelah Ramadhan atau sekitar Mei. Toko harus beralih produk untuk tetap mendapatkan pemasukan. Biasanya omzet Toko Nabawi di atas Rp 10 juta per hari, kini menjadi di kisaran angka tunggal saja.
"Sebelum Ramadhan masih tetap ada pemasukan karena kami menjual produk Muslim lainnya tidak hanya oleh-oleh haji, tapi saat setelah Ramadhan penurunan hingga 60 persen," kata Ade kepada Republika, Senin (20/7).
Sebelum Mei, penurunan telah terjadi sekitar 20-30 persen. Toko Nabawi menjual produk secara online dan offline. Toko offline saat ini sama sekali tidak menghasilkan pendapatan meski masih beroperasi. Sementara porsi penjualan online mencapai 70 persen.
Penjualan online pun kini terdampak dengan hanya tumbuh sekitar 10 persen, dari produk di luar oleh-oleh. Ade menyampaikan, toko beralih membuat produk suvenir atau paket yang berisi alat-alat shalat, Alquran, dan lainnya.
"Masih banyak yang beli untuk keperluan seperti pengajian, tahlilan, dan lainnya. Sementara oleh-oleh haji tidak terjual," kata dia.
Meski kondisi cukup sulit, Ade mengatakan arus kas perusahaan miliknya masih bisa bertahan dengan estimasi satu tahun ke depan. Ade juga tidak menggunakan dana-dana pinjaman dari perbankan atau sumber keuangan lainnya.
Saat ini, Toko Nabawi berupaya bertahan dengan terus memantau kebutuhan pasar. Menurut Ade, ekspansi bisnis masih akan tergantung pada daya beli masyarakat. Percuma jika mengambil pembiayaan untuk kembali bangkit tapi daya beli masyarakat lebih rendah.
"Menurut saya yang kami pengusaha butuhkan adalah insentif-insentif pajak saja, itu sangat membantu seperti yang sudah kemarin bebas pajak selama enam bulan," kata Ade.