Ahad 19 Jul 2020 17:35 WIB

Klaim Merugikan, Pengusaha Rokok Tolak Simplifikasi Cukai

Simplifikasi cukai hasil tembakau dinilai tak sesuai semangat memulihkan ekonomi.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Petani memetik bibit tembakau sebelum ditanam di persawahan Desa Tuksongo, Magelang, Jawa Tengah. Gabungan pengusaha pabrik rokok menyesalkan Perpres 18/2020 yang menggali potensi penerimaan melalui tarif cukai tembakau.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petani memetik bibit tembakau sebelum ditanam di persawahan Desa Tuksongo, Magelang, Jawa Tengah. Gabungan pengusaha pabrik rokok menyesalkan Perpres 18/2020 yang menggali potensi penerimaan melalui tarif cukai tembakau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menyesalkan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. Dalam Perpres 18/2020 yang diundangkan 20 Januari 2020, terdapat beberapa klausul yang mengancam keberadaan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. 

Menurut Henry, klausul yang mengancam keberlangsungan industri kretek nasional adalah pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT). Juga peningkatan tarif cukai hasil tembakau, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dan rencana atas larangan iklan/promosi dan perbesar gambar peringatan kesehatan.

Baca Juga

Berdasarkan kajian GAPPRI, ada tiga klausul itu justru mempersulit industri, sehingga tidak sejalan dengan semangat gotong royong. Padahal, arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah segera memulihkan kegiatan ekonomi sektor riil secara gotong royong. 

Henry menyatakan, GAPPRI yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) terancam dengan Perpres 18/2020.

Saat ini GAPPRI telah menguasai pasar dalam negeri sebesar 70 persen. Klausul dalam Perpres 18/2020 mengkhawatirkan masa depan IHT nasional. 

"Kami keberatan atas rencana optimalisasi penerimaan cukai melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai sebagaimana tertuang dalam Perpres 18/2020," kata Henry melalui keterangan tulis, Sabtu (19/7).

Merujuk kajian GAPPRI, penyederhanaan struktur tarif cukai, baik dengan menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produk, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik kecil dan menengah dalam jangka pendek dan juga pabrik besar dalam jangka panjang. 

"Penggabungan dapat berdampak akan gulung tikar pabrikan kelas kecil dan menengah. Karena harga produk tidak terjangkau oleh segmen pasarnya dan konsumennya akan pindah ke rokok illegal yang lebih murah," ucap Henry.

Dampak berikutnya, lanjut Henry, banyak pabrik kecil akan dikorbankan. Sementara pabrik besar tertentu yang mengusulkan akan diuntungkan dengan adanya simplifikasi struktur tarif cukai sehingga akan terciptanya oligopoli dan selanjutnya monopoli. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement