REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) memperingatkan fintech ilegal beraksi di kala pandemi Covid-19. Ketua SWI Tongam L Tobing menyampaikan kondisi saat ini sangat rentan karena banyak masyarakat yang butuh dana-dana segar.
"Selama pandemi Covid-19 kelihatan fintech ilegal tetap marak," katanya dalam konferensi pers dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Senin (13/7).
Tongam menyampaikan fintech ilegal bisa memanfaatkan kondisi sulit masyarakat untuk mengambil keuntungan. Sehingga SWI semakin gencar melakukan patroli siber bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk memblokir fintech ilegal.
Sejak 2018 hingga saat ini, SWI telah memblokir 2.591 fintech ilegal dalam berbagai bentuk. Mulai dari situs website, media sosial, aplikasi, hingga menyamar dalam bentuk koperasi. Tongam memperingatkan agar tidak mempercayai penawaran pinjaman dari sumber-sumber tidak jelas.
"Mulai dari SMS-SMS, media sosial, koperasi, itu kadang memang tidak sempat dicek kelegalannya tapi ini sudah tidak jelas," katanya.
Sejumlah kasus juga sudah ditangani kepolisian meski pelaporan dari korban masih minim. Tongam mengimbau agar korban fintech ilegal melapor ke kepolisian agar menimbulkan efek jera daripada mengumbarnya di media sosial. Menurutnya, tindakan ini lebih menyulitkan penindakan.
Fintech ilegal bisa langsung dengan mudah berganti-ganti nama. Ia juga tidak punya alamat kantor yang jelas. Setelah mengakses informasi-informasi pribadi peminjam, fintech ilegal akan tetap mudah melakukan teror dan lainnya.
"Ini memang mafia-mafia yang cari keuntungan," katanya.
Fintech ilegal pun sebenarnya tidak melakukan aktivitas peer to peer lending yang mempertemukan lender dan borrower. Tongam mengatakan sejauh ini tidak pernah ada laporan proses hukum dari lender fintech ilegal.
Fintech ilegal ini bertindak seperti perusahaan pembiayaan. Dana yang dipinjamkan pun entah berasal dari mana sehingga ada kemungkinan merupakan tindak pencucian uang.